Penjelasan Iman, Islam, dan Ihsan #1
(بَابُ بَيَانِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَالْإِحْسَانِ وَوُجُوبِ الْإِيمَانِ بِإِثْبَاتِ قَدَرِ اللَّهِ سبحانه وتعالى
(Bab Penjelasan tentang Iman, Islam, dan Ihsan, serta Kewajiban Beriman dengan Menetapkan Takdir Allah *Subhanahu wa Ta'ala*)
(وَبَيَانُ الدَّلِيلِ عَلَى التَّبَرِّي مِمَّنْ لَا يُؤْمِنُ بِالْقَدْرِ وَإِغْلَاظِ الْقَوْلِ فِي حَقِّهِ)
(Serta Penjelasan Dalil tentang Berlepas Diri dari Orang yang Tidak Beriman kepada Takdir dan Bersikap Keras dalam Ucapan terhadapnya)
أَهَمُّ مَا يُذْكَرُ فِي الْبَابِ اخْتِلَافُ الْعُلَمَاءِ فِي الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَعُمُومِهِمَا وَخُصُوصِهِمَا
Hal terpenting yang disebutkan dalam bab ini adalah perbedaan pendapat para ulama mengenai Iman dan Islam, serta keumuman dan kekhususan keduanya.
وَأَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ أَمْ لَا وَأَنَّ الْأَعْمَالَ مِنَ الْإِيمَانِ أَمْ لَا
Juga tentang apakah iman itu bertambah dan berkurang atau tidak, serta apakah amal perbuatan termasuk bagian dari iman atau tidak.
وَقَدْ أَكْثَرَ الْعُلَمَاءُ رَحِمَهُمُ اللَّهُ تَعَالَى مِنَ الْمُتَقَدِّمِينَ وَالْمُتَأَخِّرِينَ الْقَوْلَ فِي كُلِّ مَا ذَكَرْنَاهُ
Para ulama *rahimahumullah ta'ala*, baik dari kalangan terdahulu (mutaqaddimin) maupun belakangan (muta'akhkhirin), telah banyak berbicara mengenai semua hal yang kami sebutkan tadi.
وَأَنَا أَقْتَصِرُ عَلَى نَقْلِ أَطْرَافٍ مِنْ مُتَفَرِّقَاتِ كَلَامِهِمْ يَحْصُلُ مِنْهَا مَقْصُودُ مَا ذَكَرْتُهُ مَعَ زِيَادَاتٍ كَثِيرَةٍ
Dan aku (Imam Nawawi) akan membatasi diri pada penukilan poin-poin penting dari ucapan mereka yang terpencar-pencar, yang dengannya tercapai maksud dari apa yang aku sebutkan, disertai dengan banyak tambahan.
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو سُلَيْمَانَ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ الْخَطَّابِيُّ الْبُسْتِيُّ الْفَقِيهُ الْأَدِيبُ الشَّافِعِيُّ الْمُحَقِّقُ رحمه الله فِي كِتَابِهِ مَعَالِمُ السُّنَنِ
Al-Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-Khattabi Al-Busti, seorang ahli fikih, sastrawan, bermadzhab Syafi'i, dan peneliti *rahimahullah* berkata dalam kitabnya *Ma'alim As-Sunan*:
مَا أَكْثَرَ مَا يَغْلَطُ النَّاسُ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ
"Betapa banyak orang yang keliru dalam masalah ini.
فَأَمَّا الزُّهْرِيُّ فَقَالَ الْإِسْلَامُ الْكَلِمَةُ وَالْإِيمَانُ الْعَمَلُ
Adapun Az-Zuhri, beliau berkata: 'Islam adalah kalimat (syahadat), sedangkan iman adalah amal perbuatan.'
وَاحْتَجَّ بِالْآيَةِ يَعْنِي قَوْلَهُ سبحانه وتعالى قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ)
شرح النووي على مسلم - جـ ١(ص: ١٤٥)
الايمان فى قلوبكم
Beliau berhujah dengan ayat, yaitu firman Allah *Subhanahu wa Ta'ala*: {'Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk (masuk Islam)', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu...'} (QS. Al-Hujurat: 14).
وَذَهَبَ غَيْرُهُ إِلَى أَنَّ الْإِسْلَامَ وَالْإِيمَانَ شَيْءٌ وَاحِدٌ
Sedangkan selain beliau berpendapat bahwa Islam dan Iman adalah satu hal yang sama.
وَاحْتَجَّ بِقَوْلِهِ تَعَالَى فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Ia berhujah dengan firman Allah *Ta'ala*: {'Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang Muslim (yang berserah diri).'} (QS. Adz-Dzariyat: 35-36).
قَالَ الْخَطَّابِيُّ وَقَدْ تَكَلَّمَ فِي هَذَا الْبَابِ رَجُلَانِ مِنْ كُبَرَاءِ أَهْلِ الْعِلْمِ
Al-Khattabi berkata: 'Dua orang tokoh besar dari kalangan ahli ilmu telah berbicara dalam bab ini.
وَصَارَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا إِلَى قَوْلٍ مِنْ هَذَيْنِ وَرَدَّ الْآخَرُ مِنْهُمَا عَلَى الْمُتَقَدِّمِ
Masing-masing dari keduanya mengambil salah satu pendapat dari dua pendapat ini, dan yang terakhir membantah pendapat yang terdahulu.
وَصَنَّفَ عَلَيْهِ كِتَابًا يَبْلُغُ عَدَدُ أَوْرَاقِهِ الْمِئِينَ
Ia pun menyusun sebuah kitab bantahan yang jumlah halamannya mencapai ratusan.'
قَالَ الْخَطَّابِيُّ وَالصَّحِيحُ مِنْ ذَلِكَ أَنْ يُقَيَّدَ الْكَلَامُ فِي هَذَا وَلَا يُطْلَقَ
Al-Khattabi berkata: 'Yang benar dalam hal itu adalah pembicaraan mengenai masalah ini harus dibatasi (dirinci sesuai konteks) dan tidak dimutlakkan.
وَذَلِكَ أَنَّ الْمُسْلِمَ قَدْ يَكُونُ مُؤْمِنًا فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ وَلَا يَكُونُ مُؤْمِنًا فِي بَعْضِهَا
Hal itu karena seorang Muslim terkadang menjadi mukmin dalam sebagian keadaan, dan tidak menjadi mukmin dalam sebagian keadaan lainnya.
وَالْمُؤْمِنُ مُسْلِمٌ فِي جَمِيعِ الْأَحْوَالِ فَكُلُّ مُؤْمِنٍ مُسْلِمٌ وَلَيْسَ كُلُّ مُسْلِمٍ مُؤْمِنًا
Sedangkan seorang mukmin adalah muslim dalam segala keadaan; maka setiap mukmin adalah muslim, namun tidak setiap muslim adalah mukmin.
وَإِذَا حَمَلْتَ الْأَمْرَ عَلَى هَذَا اسْتَقَامَ لَكَ تَأْوِيلُ الْآيَاتِ وَاعْتَدَلَ الْقَوْلُ فِيهَا وَلَمْ يَخْتَلِفْ شَيْءٌ مِنْهَا
Jika engkau membawa pemahaman masalah ini pada dasar tersebut, maka penakwilan ayat-ayat akan menjadi lurus bagimu, pendapat mengenainya menjadi seimbang, dan tidak ada satu pun yang bertentangan.
وَأَصْلُ الْإِيمَانِ التَّصْدِيقُ وَأَصْلُ الْإِسْلَامِ الِاسْتِسْلَامُ وَالِانْقِيَادُ
Asal kata iman adalah pembenaran (tasdiq), dan asal kata Islam adalah penyerahan diri (istislam) dan ketundukan (inqiyad).
فَقَدْ يَكُونُ الْمَرْءُ مُسْتَسْلِمًا فِي الظَّاهِرِ غَيْرَ مُنْقَادٍ فِي الْبَاطِنِ
Terkadang seseorang berserah diri secara lahiriah namun tidak tunduk secara batin.
وَقَدْ يَكُونُ صَادِقًا فِي الْبَاطِنِ غَيْرَ مُنْقَادٍ فِي الظَّاهِرِ
Dan terkadang ia membenarkan dalam batin namun tidak tunduk dalam lahiriahnya.'
وَقَالَ الْخَطَّابِيُّ أَيْضًا فِي قَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً
Al-Khattabi juga berkata mengenai sabda Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam*: 'Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang.'
فِي هَذَا الْحَدِيثِ بَيَانٌ أَنَّ الْإِيمَانَ الشَّرْعِيَّ اسْمٌ لِمَعْنًى ذِي شُعَبٍ وَأَجْزَاءٍ لَهُ أَدْنَى وَأَعْلَى
'Dalam hadis ini terdapat penjelasan bahwa Iman secara syariat adalah nama bagi suatu makna yang memiliki cabang-cabang dan bagian-bagian, yang memiliki tingkatan terendah dan tertinggi.
وَالِاسْمُ يَتَعَلَّقُ بِبَعْضِهَا كَمَا يَتَعَلَّقُ بِكُلِّهَا
Penamaan (iman) itu bisa berkaitan dengan sebagiannya sebagaimana ia berkaitan dengan keseluruhannya.
وَالْحَقِيقَةُ تَقْتَضِي جَمِيعَ شُعَبِهِ وَتَسْتَوْفِي جُمْلَةَ أَجْزَائِهِ
Sedangkan hakikatnya menuntut adanya seluruh cabang-cabangnya dan memenuhi seluruh bagian-bagiannya.
كَالصَّلَاةِ الشَّرْعِيَّةِ لَهَا شُعَبٌ وَأَجْزَاءٌ وَالِاسْمُ يَتَعَلَّقُ بِبَعْضِهَا وَالْحَقِيقَةُ تَقْتَضِي جَمِيعَ أَجْزَائِهَا وَتَسْتَوْفِيهَا
Seperti shalat secara syariat, ia memiliki cabang dan bagian; penamaan (shalat) bisa berlaku untuk sebagiannya, namun hakikat (shalat yang sah) menuntut adanya seluruh bagian-bagiannya dan memenuhinya.
وَيَدُلُّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم الْحَيَاءُ شُعْبَةً مِنَ الْإِيمَانِ
Hal ini ditunjukkan oleh sabda beliau *shallallahu 'alaihi wa sallam*: 'Malu adalah salah satu cabang dari iman.'
وَفِيهِ إِثْبَاتُ التَّفَاضُلِ فِي الْإِيمَانِ وَتَبَايُنُ الْمُؤْمِنِينَ فِي دَرَجَاتِهِ هَذَا آخِرُ كَلَامِ الْخَطَّابِيِّ
Di dalamnya terdapat penetapan adanya tingkatan keutamaan dalam iman dan perbedaan para mukmin dalam derajatnya.' Inilah akhir ucapan Al-Khattabi.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدٍ الْحُسَيْنُ بْنُ مَسْعُودٍ الْبَغَوِيُّ الشَّافِعِيُّ رحمه الله فِي حَدِيثِ سُؤَالِ جِبْرِيلَ صلى الله عليه وسلم عَنِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ وَجَوَابِهِ قَالَ
Al-Imam Abu Muhammad Al-Husain bin Mas'ud Al-Baghawi Asy-Syafi'i *rahimahullah* berkata mengenai hadis pertanyaan Jibril *'alaihis salam* tentang Iman dan Islam serta jawabannya:
جَعَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْإِسْلَامَ اسْمًا لِمَا ظَهَرَ مِنَ الْأَعْمَالِ وَجَعَلَ الْإِيمَانَ اسْمًا لِمَا بَطَنَ مِنَ الِاعْتِقَادِ
'Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* menjadikan Islam sebagai nama bagi amal-amal yang tampak (lahiriah), dan menjadikan Iman sebagai nama bagi keyakinan yang tersembunyi (batin).
وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَنَّ الْأَعْمَالَ لَيْسَتْ مِنَ الْإِيمَانِ وَالتَّصْدِيقَ بِالْقَلْبِ لَيْسَ مِنَ الْإِسْلَامِ
Hal itu bukan karena amal-amal tidak termasuk bagian dari iman, atau pembenaran hati tidak termasuk bagian dari Islam.
بَلْ ذَلِكَ تَفْصِيلٌ لِجُمْلَةٍ هِيَ كُلُّهَا شَيْءٌ وَاحِدٌ وَجِمَاعُهَا الدِّينُ
Akan tetapi itu adalah perincian bagi suatu kesatuan yang semuanya adalah satu hal, dan himpunannya adalah Ad-Din (Agama).
وَلِذَلِكَ قَالَ صلى الله عليه وسلم ذَاكَ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
Oleh karena itu Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* bersabda: "Itu adalah Jibril, ia datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian."
وَالتَّصْدِيقُ وَالْعَمَلُ يَتَنَاوَلُهُمَا اسْمُ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ جَمِيعًا
Pembenaran (hati) dan amal perbuatan, keduanya dicakup oleh nama Iman dan Islam secara keseluruhan.
يَدُلُّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ سبحانه وتعالى إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah *Subhanahu wa Ta'ala*: "Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali Imran: 19).
وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دينا
Dan firman-Nya: "Dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Ma'idah: 3).
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ منه
Dan firman-Nya: "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya." (QS. Ali Imran: 85).
فَأَخْبَرَ سبحانه وتعالى أَنَّ الدِّينَ الَّذِي رَضِيَهُ وَيَقْبَلُهُ مِنْ عِبَادِهِ هُوَ الْإِسْلَامُ
Maka Allah *Subhanahu wa Ta'ala* mengabarkan bahwa agama yang Dia ridhai dan Dia terima dari hamba-hamba-Nya adalah Islam.
وَلَا يَكُونُ الدِّينُ فِي مَحَلِّ الْقَبُولِ وَالرِّضَا إِلَّا بِانْضِمَامِ التَّصْدِيقِ إِلَى الْعَمَلِ هَذَا كَلَامُ الْبَغَوِيِّ
Dan agama tidak akan berada pada posisi diterima dan diridhai kecuali dengan menggabungkan pembenaran (hati) dengan amal perbuatan.' Inilah ucapan Al-Baghawi.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْفَضْلِ التَّمِيمِيُّ الْأَصْبَهَانِيُّ الشَّافِعِيُّ رحمه
شرح النووي على مسلم - جـ ١(ص: ١٤٦)
اللَّهُ فِي كِتَابِهِ التَّحْرِيرُ فِي شَرْحِ صَحِيحِ مُسْلِمٍ
Dan Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Muhammad bin Al-Fadhl At-Tamimi Al-Ashbahani Asy-Syafi'i *rahimahullah* berkata dalam kitabnya *At-Tahrir fi Syarhi Shahih Muslim*:
الْإِيمَانُ فِي اللُّغَةِ هُوَ التَّصْدِيقُ فَإِنْ عَنَى بِهِ ذَلِكَ فَلَا يَزِيدُ وَلَا يَنْقُصُ
'Iman secara bahasa adalah pembenaran (tasdiq); jika yang dimaksud dengannya adalah hal itu, maka ia tidak bertambah dan tidak berkurang.
لِأَنَّ التَّصْدِيقَ لَيْسَ شَيْئًا يَتَجَزَّأُ حَتَّى يُتَصَوَّرَ كَمَالُهُ مَرَّةً وَنَقْصُهُ أُخْرَى
Karena pembenaran bukanlah sesuatu yang dapat dibagi-bagi sehingga bisa dibayangkan kesempurnaannya pada suatu waktu dan kekurangannya pada waktu yang lain.
وَالْإِيمَانُ فِي لِسَانِ الشَّرْعِ هُوَ التَّصْدِيقُ بِالْقَلْبِ وَالْعَمَلُ بِالْأَرْكَانِ
Sedangkan Iman dalam istilah syariat adalah pembenaran dengan hati dan pengamalan dengan anggota badan.
وَإِذَا فُسِّرَ بِهَذَا تَطَرَّقَ إِلَيْهِ الزِّيَادَةُ وَالنَّقْصُ وَهُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ السُّنَّةِ
Jika ditafsirkan dengan pengertian ini, maka berlakulah padanya penambahan dan pengurangan, dan inilah madzhab Ahlus Sunnah.'
قَالَ فَالْخِلَافُ فِي هَذَا عَلَى التَّحْقِيقِ إِنَّمَا هُوَ أَنَّ الْمُصَدِّقَ بِقَلْبِهِ اذا لم يجمع إلى تصديقه العمل بمواجب الْإِيمَانَ هَلْ يُسَمَّى مُؤْمِنًا مُطْلَقًا أَمْ لَا
Ia berkata: 'Maka perbedaan pendapat dalam masalah ini secara hakiki hanyalah: apakah orang yang membenarkan dengan hatinya, jika ia tidak menggabungkan pembenarannya dengan amal yang merupakan konsekuensi iman, apakah ia dinamakan mukmin secara mutlak atau tidak?
وَالْمُخْتَارُ عِنْدنَا أَنَّهُ لَا يُسَمَّى بِهِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Pendapat yang terpilih menurut kami adalah ia tidak dinamakan demikian (mukmin mutlak). Rasulullah *shallallahu 'alaihi wa sallam* bersabda: "Tidaklah berzina seorang pezina ketika ia sedang berzina dalam keadaan beriman."
لِأَنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ بِمُوجِبِ الْإِيمَانِ فَيَسْتَحِقَّ هَذَا الْإِطْلَاقَ هَذَا آخِرُ كَلَامِ صَاحِبِ التَّحْرِيرِ
Karena ia tidak mengamalkan konsekuensi iman sehingga ia berhak mendapatkan penamaan ini secara mutlak.' Inilah akhir ucapan penulis kitab *At-Tahrir*.
وَقَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ خَلَفِ بْنِ بَطَّالٍ الْمَالِكِيُّ الْمَغْرِبِيُّ فِي شَرْحِ صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ
Al-Imam Abu Al-Hasan Ali bin Khalaf bin Battal Al-Maliki Al-Maghribi berkata dalam *Syarh Shahih Al-Bukhari*:
مَذْهَبُ جَمَاعَةِ أَهْلِ السُّنَّةِ مِنْ سَلَفِ الْأُمَّةِ وَخَلَفِهَا أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ
'Madzhab jamaah Ahlus Sunnah dari kalangan salaf umat ini dan khalafnya adalah bahwa iman itu perkataan dan perbuatan, ia bertambah dan berkurang.
وَالْحُجَّةُ عَلَى زِيَادَتِهِ وَنُقْصَانِهِ مَا أَوْرَدَهُ الْبُخَارِيُّ مِنَ الْآيَاتِ يَعْنِي قَوْلَهُ عز وجل لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مع ايمانهم
Hujah (dalil) atas bertambah dan berkurangnya iman adalah ayat-ayat yang disebutkan oleh Al-Bukhari, yaitu firman Allah *'Azza wa Jalla*: "Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)." (QS. Al-Fath: 4).
وقوله تعالى وزدناهم هدى
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk." (QS. Al-Kahfi: 13).
وَقَوْلُهُ تَعَالَى وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk." (QS. Maryam: 76).
وقوله تعالى والذين اهتدوا زادهم هدى
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka." (QS. Muhammad: 17).
وقوله تعالى ويزداد الذين آمنوا ايمانا
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya." (QS. Al-Muddatstsir: 31).
وَقَوْلُهُ تَعَالَى أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الذين آمنوا فزادتهم ايمانا
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya surat) ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya." (QS. At-Taubah: 124).
وقوله تعالى فاخشوهم فزادهم ايمانا
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Maka takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka." (QS. Ali Imran: 173).
وَقَوْلُهُ تَعَالَى وَمَا زَادَهُمْ إِلَّا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا
Dan firman-Nya *Ta'ala*: "Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. Al-Ahzab: 22).'
قال بن بَطَّالٍ فَإِيمَانُ مَنْ لَمْ تَحْصُلْ لَهُ الزِّيَادَةُ نَاقِصٌ
Ibnu Battal berkata: 'Maka iman orang yang tidak mendapatkan tambahan adalah iman yang kurang.'
قَالَ فَإِنْ قِيلَ الْإِيمَانُ فِي اللُّغَةِ التَّصْدِيقُ فَالْجَوَابُ أَنَّ التَّصْدِيقَ يَكْمُلُ بِالطَّاعَاتِ كُلِّهَا
Ia berkata: 'Jika dikatakan bahwa iman secara bahasa adalah pembenaran (yang tidak bertingkat), maka jawabannya adalah bahwa pembenaran itu menjadi sempurna dengan seluruh ketaatan.
فَمَا ازْدَادَ الْمُؤْمِنُ مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ كَانَ إِيمَانُهُ أَكْمَلَ وَبِهَذِهِ الْجُمْلَةِ يَزِيدُ الْإِيمَانُ
Maka apa pun amal kebajikan yang bertambah pada seorang mukmin, imannya menjadi lebih sempurna, dan dengan himpunan (amal) ini iman bertambah.
وَبِنُقْصَانِهَا يَنْقُصُ فَمَتَى نَقَصَتْ أَعْمَالُ الْبِرِّ نَقَصَ كَمَالُ الْإِيمَانِ وَمَتَى زَادَتْ زَادَ الْإِيمَانُ كَمَالًا
Dan dengan berkurangnya (amal), iman pun berkurang. Kapan pun amal kebajikan berkurang, berkuranglah kesempurnaan iman, dan kapan pun amal bertambah, iman pun bertambah kesempurnaannya.
هَذَا تَوَسُّطُ الْقَوْلِ فِي الْإِيمَانِ
Ini adalah pendapat pertengahan (moderat) mengenai iman.
وَأَمَّا التَّصْدِيقُ بِاللَّهِ تَعَالَى وَرَسُولِهِ صلى الله عليه وسلم فَلَا يَنْقُصُ
Adapun pembenaran (tasdiq) kepada Allah *Ta'ala* dan Rasul-Nya *shallallahu 'alaihi wa sallam*, maka ia tidak berkurang.
وَلِذَلِكَ تَوَقَّفَ مَالِكٌ رحمه الله فِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ عَنِ الْقَوْلِ بِالنُّقْصَانِ
Oleh karena itu Malik *rahimahullah* dalam sebagian riwayat menahan diri (tawaqquf) dari berpendapat adanya pengurangan.
إِذْ لَا يَجُوزُ نُقْصَانُ التَّصْدِيقِ لِأَنَّهُ إِذَا نَقَصَ صَارَ شَكًّا وَخَرَجَ عَنِ اسْمِ الْإِيمَانِ
Karena tidak boleh ada pengurangan dalam pembenaran, sebab jika pembenaran itu berkurang, ia menjadi keraguan dan keluar dari penamaan iman.
وَقَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّمَا تَوَقَّفَ مَالِكٌ عَنِ الْقَوْلِ بِنُقْصَانِ الْإِيمَانِ خَشْيَةَ أَنْ يُتَأَوَّلَ عَلَيْهِ مُوَافَقَةُ الْخَوَارِجِ
Sebagian ulama berkata: Malik menahan diri dari mengatakan berkurangnya iman hanyalah karena khawatir pendapatnya ditakwilkan menyetujui kaum Khawarij.
الَّذِينَ يُكَفِّرُونَ أَهْلَ الْمَعَاصِي مِنَ الْمُؤْمِنِينَ بِالذُّنُوبِ
Yaitu mereka (Khawarij) yang mengkafirkan orang-orang mukmin pelaku maksiat disebabkan dosa-dosa mereka.
وَقَدْ قَالَ مَالِكٌ بِنُقْصَانِ الْإِيمَانِ مِثْلَ قَوْلِ جَمَاعَةِ أَهْلِ السُّنَّةِ
Padahal sungguh Malik telah berpendapat adanya pengurangan iman seperti pendapat jamaah Ahlus Sunnah.
قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ سَمِعْتُ مَنْ أَدْرَكْتُ مِنْ شُيُوخِنَا وَأَصْحَابِنَا سُفْيَانَ الثَّوْرِيَّ وَمَالِكَ بْنَ أَنَسٍ وَعُبَيْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ وَالْأَوْزَاعِيَّ ومعمر بن راشد وبن جريح وَسُفْيَانَ بْنَ عُيَيْنَةَ يَقُولُونَ
Abdurrazzaq berkata: 'Aku mendengar orang-orang yang aku temui dari guru-guru kami dan sahabat-sahabat kami: Sufyan Ats-Tsauri, Malik bin Anas, Ubaidullah bin Umar, Al-Auza'i, Ma'mar bin Rasyid, Ibnu Juraij, dan Sufyan bin Uyainah, mereka semua berkata:
الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يزيد وينقص
"Iman adalah perkataan dan perbuatan, ia bertambah dan berkurang."
وهذا قول بن مَسْعُودٍ وَحُذَيْفَةَ وَالنَّخَعِيِّ وَالْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ وَعَطَاءٍ وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِدٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ
Dan ini adalah pendapat Ibnu Mas'ud, Hudzaifah, An-Nakha'i, Al-Hasan Al-Bashri, Atha', Thawus, Mujahid, dan Abdullah bin Al-Mubarak.'
فَالْمَعْنَى الَّذِي يَسْتَحِقُّ بِهِ الْعَبْدُ الْمَدْحَ وَالْوِلَايَةَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ هُوَ إِتْيَانُهُ بِهَذِهِ الْأُمُورِ الثَّلَاثَةِ
Maka makna yang dengannya seorang hamba berhak mendapatkan pujian dan loyalitas (wilayah) dari orang-orang mukmin adalah dengan ia mendatangkan (melakukan) ketiga perkara ini:
التَّصْدِيقُ بِالْقَلْبِ وَالْإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ وَالْعَمَلُ بِالْجَوَارِحِ
Pembenaran dengan hati, pengikraran dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan.
وَذَلِكَ أَنَّهُ لَا خِلَافَ بَيْنَ الْجَمِيعِ أَنَّهُ لَوْ أَقَرَّ وَعَمِلَ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ مِنْهُ وَمَعْرِفَةٍ بِرَبِّهِ لَا يَسْتَحِقُّ اسْمَ مُؤْمِنٍ
Hal itu karena tidak ada perselisihan di antara seluruh ulama bahwa seandainya seseorang berikrar dan beramal tanpa didasari ilmu dan pengenalan (ma'rifat) terhadap Tuhannya, ia tidak berhak menyandang nama mukmin.
وَلَوْ عَرَفَهُ وَعَمِلَ وَجَحَدَ بِلِسَانِهِ وَكَذَبَ مَا عَرَفَ مِنَ التَّوْحِيدِ لَا يَسْتَحِقُّ اسْمَ مُؤْمِنٍ
Dan seandainya ia mengenal-Nya dan beramal, namun ia mengingkari dengan lisannya dan mendustakan tauhid yang ia ketahui, ia tidak berhak menyandang nama mukmin.
وَكَذَلِكَ إِذَا أَقَرَّ بِاللَّهِ تَعَالَى وَبِرُسُلِهِ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ وَلَمْ يَعْمَلْ بِالْفَرَائِضِ لَا يُسَمَّى مُؤْمِنًا بِالْإِطْلَاقِ
Demikian pula jika ia berikrar kepada Allah Ta'ala dan para rasul-Nya—semoga selawat dan salam Allah tercurah kepada mereka semuanya—namun ia tidak mengamalkan kewajiban-kewajiban, maka ia tidak dinamakan mukmin secara mutlak (sempurna).
وَإِنْ كَانَ فِي كَلَامِ الْعَرَبِ يُسَمَّى مُؤْمِنًا بِالتَّصْدِيقِ فَذَلِكَ غَيْرُ مُسْتَحَقٍّ فِي كَلَامِ اللَّهِ تَعَالَى لِقَوْلِهِ عز وجل
Meskipun dalam perkataan orang Arab ia dinamakan mukmin karena adanya pembenaran (tasdiq), namun hal itu tidak berhak (disematkan) dalam firman Allah Ta'ala, berdasarkan firman-Nya 'Azza wa Jalla:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (QS. Al-Anfal: 2).
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ أولئك هم المؤمنون حقا
"(Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya." (QS. Al-Anfal: 3-4).
فَأَخْبَرَنَا سبحانه وتعالى أَنَّ الْمُؤْمِنَ مَنْ كَانَتْ هذه صفته
Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kepada kita bahwa seorang mukmin adalah orang yang memiliki sifat-sifat ini.
وقال بن بَطَّالٍ فِي بَابِ مَنْ قَالَ الْإِيمَانُ هُوَ الْعَمَلُ
Ibnu Battal berkata dalam "Bab Orang yang Berpendapat Bahwa Iman Adalah Amal":
فَإِنْ قِيلَ قَدْ قَدَّمْتُمْ أَنَّ الْإِيمَانَ هُوَ التَّصْدِيقُ
"Jika dikatakan: Kalian telah mendahulukan pendapat bahwa iman adalah pembenaran (tasdiq)?
قِيلَ التَّصْدِيقُ هُوَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْإِيمَانِ وَيُوجِبُ لِلْمُصَدِّقِ الدُّخُولَ فِيهِ
Maka dijawab: Pembenaran adalah tingkatan iman yang pertama, yang mengharuskan orang yang membenarkan itu untuk masuk ke dalamnya.
وَلَا يُوجِبُ لَهُ اسْتِكْمَالَ مَنَازِلِهِ وَلَا يُسَمَّى مُؤْمِنًا مُطْلَقًا
Namun hal itu tidak mengharuskannya menyempurnakan seluruh tingkatannya, dan ia tidak dinamakan mukmin secara mutlak.
هَذَا مَذْهَبُ جَمَاعَةِ أَهْلِ السُّنَّةِ أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ
Inilah madzhab jamaah Ahlus Sunnah, bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan."
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالثَّوْرِيِّ وَالْأَوْزَاعِيِّ وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنْ أَرْبَابِ الْعِلْمِ وَالسُّنَّةِ
Abu 'Ubaid berkata: "Dan ini adalah pendapat Malik, Ats-Tsauri, Al-Auza'i, dan orang-orang setelah mereka dari kalangan pemilik ilmu dan sunnah.
الَّذِينَ كَانُوا مَصَابِيحَ الْهُدَى وَأَئِمَّةَ الدِّينِ مِنْ أَهْلِ الْحِجَازِ وَالْعِرَاقِ وَالشَّامِ وَغَيْرِهِمْ
Mereka yang menjadi pelita petunjuk dan para imam agama dari penduduk Hijaz, Irak, Syam, dan selain mereka."
قال بن بَطَّالٍ وَهَذَا الْمَعْنَى أَرَادَ الْبُخَارِيُّ رحمه الله إِثْبَاتَهُ فِي كِتَابِ الْإِيمَانِ وَعَلَيْهِ بَوَّبَ أَبْوَابَهُ كُلَّهَا
Ibnu Battal berkata: "Makna inilah yang ingin ditetapkan oleh Al-Bukhari rahimahullah dalam Kitab Keimanan, dan di atas dasar inilah beliau membuat bab-babnya seluruhnya.
فَقَالَ بَابُ أُمُورِ الْإِيمَانِ وَبَابُ الصَّلَاةُ مِنَ الْإِيمَانِ وَبَابُ الزَّكَاةُ مِنَ الْإِيمَانِ وَبَابُ الْجِهَادُ مِنَ الْإِيمَانِ وَسَائِرُ أَبْوَابِهِ
Maka beliau berkata: Bab Perkara-perkara Iman, Bab Shalat bagian dari Iman, Bab Zakat bagian dari Iman, Bab Jihad bagian dari Iman, dan seluruh bab lainnya.
وَإِنَّمَا أَرَادَ الرَّدَّ عَلَى الْمُرْجِئَةِ فِي قَوْلِهِمْ إِنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ بِلَا عَمَلٍ
Sesungguhnya beliau hanya bermaksud membantah kaum Murji'ah dalam pendapat mereka bahwa iman adalah ucapan tanpa amal.
وَتَبْيِينَ غَلَطِهِمْ وَسُوءَ اعْتِقَادِهِمْ وَمُخَالَفَتِهِمْ لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَمَذَاهِبِ الْأَئِمَّةِ
Serta menjelaskan kesalahan mereka, buruknya keyakinan mereka, dan penyelisihan mereka terhadap Al-Kitab (Al-Qur'an), As-Sunnah, dan madzhab para imam."
ثُمَّ قَالَ بن بَطَّالٍ فِي بَابٍ آخَرَ قَالَ الْمُهَلَّبُ
Kemudian Ibnu Battal berkata di bab lain, Al-Muhallab berkata:
الْإِسْلَامُ عَلَى الْحَقِيقَةِ هُوَ الْإِيمَانُ الَّذِي هُوَ عَقْدُ الْقَلْبِ الْمُصَدِّقِ لِإِقْرَارِ اللِّسَانِ الَّذِي لَا يَنْفَعُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى غَيْرُهُ
"Islam pada hakikatnya adalah iman, yaitu keyakinan hati yang membenarkan ikrar lisan, yang mana tidak ada yang bermanfaat di sisi Allah Ta'ala selain itu.
وَقَالَتِ الْكَرَّامِيَّةُ وَبَعْضُ الْمُرْجِئَةُ الْإِيمَانُ هُوَ الْإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ دُونَ عَقْدِ الْقَلْبِ
Sedangkan kaum Karramiyyah dan sebagian Murji'ah berkata: Iman adalah pengikraran dengan lisan tanpa keyakinan hati.
وَمِنْ أَقْوَى مَا يُرَدُّ بِهِ عَلَيْهِمْ إِجْمَاعُ الْأُمَّةِ عَلَى إِكْفَارِ الْمُنَافِقِينَ وَإِنْ كَانُوا قَدْ أَظْهَرُوا الشَّهَادَتَيْنِ
Dan di antara bantahan terkuat terhadap mereka adalah kesepakatan (ijma') umat atas pengkafiran orang-orang munafik, meskipun mereka menampakkan dua kalimat syahadat.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
Allah Ta'ala berfirman: 'Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya...' (QS. At-Taubah: 84).
إِلَى قَوْلِهِ تَعَالَى وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ هذا آخر كلام بن بَطَّالٍ
Hingga firman-Nya Ta'ala: '...dan mereka mati dalam keadaan kafir.' (QS. At-Taubah: 85)." Inilah akhir ucapan Ibnu Battal.
وَقَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ أَبُو عَمْرِو بْنُ الصَّلَاحِ رحمه الله قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم
Dan Asy-Syaikh Al-Imam Abu 'Amr bin Ash-Salah rahimahullah berkata tentang sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
الاسلام أن تشهد أن لااله إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
"Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan, dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu menempuh jalan ke sana.
وَالْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Dan Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk."
قَالَ هَذَا بَيَانٌ لِأَصْلِ الْإِيمَانِ وَهُوَ التَّصْدِيقُ الْبَاطِنُ
Beliau (Ibnu Ash-Salah) berkata: "Ini adalah penjelasan tentang pokok Iman, yaitu pembenaran batin.
وَبَيَانٌ لِأَصْلِ الْإِسْلَامِ وَهُوَ الِاسْتِسْلَامُ وَالِانْقِيَادُ الظَّاهِرُ
Dan penjelasan tentang pokok Islam, yaitu penyerahan diri dan ketundukan lahiriah.
وَحُكْمُ الْإِسْلَامِ فِي الظَّاهِرِ ثَبَتَ بِالشَّهَادَتَيْنِ
Hukum Islam secara lahiriah ditetapkan dengan dua kalimat syahadat.
وَإِنَّمَا أَضَافَ إِلَيْهِمَا الصَّلَاةَ وَالزَّكَاةَ وَالْحَجَّ وَالصَّوْمَ لِكَوْنِهَا أَظْهَرَ شَعَائِرِ الْإِسْلَامِ وَأَعْظَمَهَا
Beliau hanya menambahkan shalat, zakat, haji, dan puasa kepada syahadat karena hal-hal tersebut adalah syiar Islam yang paling tampak dan paling agung.
وَبِقِيَامِهِ بِهَا يَتِمُّ اسْتِسْلَامُهُ وَتَرْكُهُ لَهَا يُشْعِرُ بِانْحِلَالِ قَيْدِ انْقِيَادِهِ أَوِ اخْتِلَالِهِ
Dengan menegakkannya, sempurnalah penyerahan dirinya, dan meninggalkannya mengisyaratkan terlepasnya ikatan ketundukannya atau kecacatannya.
ثُمَّ إِنَّ اسْمَ الْإِيمَانِ يَتَنَاوَلُ مَا فُسِّرَ بِهِ الْإِسْلَامُ فِي هَذَا الْحَدِيثِ وسائر الطاعات
Kemudian, sesungguhnya nama Iman mencakup apa yang dijelaskan sebagai Islam dalam hadis ini dan seluruh ketaatan lainnya.
لِكَوْنِهَا ثَمَرَاتٌ لِلتَّصْدِيقِ الْبَاطِنِ الَّذِي هُوَ أَصْلُ الْإِيمَانِ وَمُقَوِّيَاتٌ وَمُتَمِّمَاتٌ وَحَافِظَاتٌ لَهُ
Karena ketaatan-ketaatan itu merupakan buah dari pembenaran batin yang merupakan pokok iman, serta sebagai penguat, penyempurna, dan penjaganya.
وَلِهَذَا فَسَّرَ صلى الله عليه وسلم الْإِيمَانُ فِي حَدِيثِ وَفْدِ عَبْدِ الْقَيْسِ بِالشَّهَادَتَيْنِ وَالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَإِعْطَاءِ الْخُمُسِ مِنَ الْمَغْنَمِ
Oleh karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkan Iman dalam hadis utusan Abdul Qais dengan syahadat, shalat, zakat, puasa Ramadan, dan memberikan seperlima dari harta rampasan perang.
وَلِهَذَا لَا يَقَعُ اسْمُ الْمُؤْمِنِ الْمُطْلَقِ عَلَى مَنِ ارْتَكَبَ كَبِيرَةً أَوْ بَدَّلَ فَرِيضَةً
Oleh sebab itu, nama mukmin secara mutlak (sempurna) tidak berlaku bagi orang yang melakukan dosa besar atau meninggalkan kewajiban.
لِأَنَّ اسْمَ الشَّيْءِ مُطْلَقًا يَقَعُ عَلَى الْكَامِلِ مِنْهُ وَلَا يُسْتَعْمَلُ فِي النَّاقِصِ ظَاهِرًا إِلَّا بِقَيْدٍ
Karena penamaan sesuatu secara mutlak berlaku untuk yang sempurna darinya, dan tidak digunakan untuk yang kurang secara lahiriah kecuali dengan batasan (catatan).
وَلِذَلِكَ جَازَ إِطْلَاقُ نَفْيِهِ عَنْهُ فِي قَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم لَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Oleh karena itu, dibolehkan menafikan iman darinya secara mutlak dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: 'Tidaklah mencuri seorang pencuri ketika ia sedang mencuri dalam keadaan beriman.'
وَاسْمُ الْإِسْلَامِ يَتَنَاوَلُ أَيْضًا مَا هُوَ أَصْلُ الْإِيمَانِ وَهُوَ التَّصْدِيقُ الْبَاطِنُ
Dan nama Islam juga mencakup apa yang menjadi pokok Iman, yaitu pembenaran batin.
وَيَتَنَاوَلُ أَصْلَ الطَّاعَاتِ فَإِنَّ ذَلِكَ كُلَّهُ اسْتِسْلَامٌ
Ia juga mencakup pokok-pokok ketaatan, karena semua itu adalah bentuk penyerahan diri."
قَالَ فَخَرَجَ مِمَّا ذَكَرْنَاهُ وَحَقَقْنَا أَنَّ الْإِيمَانَ وَالْإِسْلَامَ يَجْتَمِعَانِ وَيَفْتَرِقَانِ
Ia (Ibnu Ash-Salah) berkata: "Maka dari apa yang kami sebutkan dan kami teliti, dapat disimpulkan bahwa Iman dan Islam itu bisa berkumpul (sama maknanya) dan bisa berpisah (berbeda maknanya).
وَأَنَّ كُلَّ مُؤْمِنٍ مُسْلِمٌ وَلَيْسَ كُلُّ مُسْلِمٍ مُؤْمِنًا
Dan bahwa setiap mukmin adalah muslim, namun tidak setiap muslim adalah mukmin.
قَالَ وَهَذَا تَحْقِيقٌ وَافِرٌ بِالتَّوْفِيقِ بَيْنَ مُتَفَرِّقَاتِ نُصُوصِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ الْوَارِدَةِ فِي الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ
Ia berkata: Ini adalah penelitian yang memadai dalam mengkompromikan teks-teks Al-Kitab dan As-Sunnah yang tersebar mengenai Iman dan Islam.
الَّتِي طَالَمَا غَلِطَ فِيهَا الْخَائِضُونَ
Yang mana sering kali orang-orang yang membicarakannya terjatuh dalam kesalahan.
وَمَا حَقَّقْنَاهُ مِنْ ذَلِكَ مُوَافِقٌ لِجَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيثِ وَغَيْرِهِمْ هَذَا آخِرُ كَلَامِ الشَّيْخِ أَبِي عَمْرِو بْنِ الصَّلَاحِ
Dan apa yang kami teliti mengenai hal itu sejalan dengan mayoritas ulama dari kalangan ahli hadis dan selain mereka." Inilah akhir ucapan Syaikh Abu 'Amr bin Ash-Salah.
فَإِذَا تَقَرَّرَ مَا ذَكَرْنَاهُ مِنْ مَذَاهِبِ السَّلَفِ وَأَئِمَّةِ الْخَلَفِ فَهِيَ مُتَظَاهِرَةٌ مُتَطَابِقَةٌ عَلَى كَوْنِ الْإِيمَانِ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ
Jika telah ditetapkan apa yang kami sebutkan dari madzhab salaf dan para imam khalaf, maka pendapat-pendapat tersebut saling mendukung dan sepakat bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
وَهَذَا مَذْهَبُ السَّلَفِ وَالْمُحَدِّثِينَ وَجَمَاعَةٍ مِنَ الْمُتَكَلِّمِينَ
Dan ini adalah madzhab salaf, ahli hadis, dan sekelompok dari ahli kalam (teolog).
وَأَنْكَرَ أَكْثَرُ الْمُتَكَلِّمِينَ زِيَادَتَهُ وَنُقْصَانَهُ وَقَالُوا مَتَى قَبِلَ الزِّيَادَةَ كَانَ شَكًّا وَكُفْرًا
Namun kebanyakan ahli kalam mengingkari bertambah dan berkurangnya iman, mereka berkata: 'Kapan pun iman menerima penambahan (berarti sebelumnya kurang), maka itu adalah keraguan dan kekufuran.'
قَالَ الْمُحَقِّقُونَ مِنْ أَصْحَابِنَا الْمُتَكَلِّمِينَ نَفْسُ التَّصْدِيقِ لَا يَزِيدُ وَيَنْقُصُ
Para peneliti dari kalangan sahabat kami (Syafi'iyyah) yang ahli kalam berkata: 'Pembenaran (tasdiq) itu sendiri tidak bertambah dan berkurang.
وَالْإِيمَانُ الشَّرْعِيُّ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ بِزِيَادَةِ ثَمَرَاتِهِ وَهِيَ الْأَعْمَالُ وَنُقْصَانِهَا
Akan tetapi Iman Syar'i (Iman dalam definisi syariat) bertambah dan berkurang dengan bertambahnya buah-buahnya, yaitu amal perbuatan, dan berkurangnya amal tersebut.'
قَالُوا وَفِي هَذَا تَوْفِيقٌ بَيْنَ ظَوَاهِرِ النُّصُوصِ الَّتِي جَاءَتْ بِالزِّيَادَةِ وَأَقَاوِيلِ السَّلَفِ وَبَيْنَ أَصْلِ وَضْعِهِ فِي اللُّغَةِ وَمَا عَلَيْهِ الْمُتَكَلِّمُونَ
Mereka berkata: 'Dan dalam hal ini terdapat pengkompromian antara zahir teks-teks yang menyatakan adanya penambahan serta ucapan para salaf, dengan asal makna iman secara bahasa dan pendapat para ahli kalam.'
وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ هَؤُلَاءِ وَإِنْ كَانَ ظَاهِرًا حَسَنًا فَالْأَظْهَرُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَنَّ نَفْسَ التَّصْدِيقِ يَزِيدُ بِكَثْرَةِ النَّظَرِ وَتَظَاهُرِ الْأَدِلَّةِ
Pendapat yang dikatakan oleh mereka ini meskipun tampak baik, namun yang lebih kuat—Wallahu a'lam—adalah bahwa pembenaran (tasdiq) itu sendiri bertambah dengan banyaknya penalaran dan saling menguatkannya dalil-dalil.
وَلِهَذَا يَكُونُ إِيمَانُ الصِّدِّيقِينَ أَقْوَى مِنْ إِيمَانِ غَيْرِهِمْ بِحَيْثُ لَا تَعْتَرِيهِمُ الشُّبَهُ
Oleh karena itu, iman para Shiddiqin (orang-orang yang sangat jujur keimanannya) lebih kuat daripada iman orang selain mereka, di mana syubhat (kerancuan) tidak dapat mempengaruhi mereka.
وَلَا يَتَزَلْزَلُ إِيمَانُهُمْ بِعَارِضٍ بَلْ لَا تَزَالُ قُلُوبُهُمْ مُنْشَرِحَةً نَيِّرَةً وَإِنِ اخْتَلَفَتْ عَلَيْهِمُ شرح النووي على مسلم - جـ ١(ص: ١٤٩) الْأَحْوَالُ
Dan iman mereka tidak terguncang oleh halangan apa pun, bahkan hati mereka senantiasa lapang dan bercahaya, meskipun keadaan yang mereka alami berubah-ubah.
وَأَمَّا غَيْرُهُمْ مِنَ الْمُؤَلَّفَةِ وَمَنْ قَارَبَهُمْ وَنَحْوِهِمْ فَلَيْسُوا كَذَلِكَ
Adapun selain mereka, seperti para mualaf dan orang yang mendekati level mereka, tidaklah demikian.
فَهَذَا مِمَّا لَا يُمْكِنُ إِنْكَارُهُ وَلَا يَتَشَكَّكُ عَاقِلٌ فِي أَنَّ نَفْسَ تَصْدِيقِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رضي الله عنه لَا يُسَاوِيهِ تَصْدِيقُ آحَادِ النَّاسِ
Ini adalah hal yang tidak mungkin dipungkiri, dan orang yang berakal tidak akan ragu bahwa pembenaran Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu itu sendiri tidak dapat disamai oleh pembenaran orang-orang biasa.
وَلِهَذَا قَالَ البخارى فى صحيحه قال بن أَبِي مُلَيْكَةَ
Oleh karena itu Al-Bukhari berkata dalam Shahih-nya, Ibnu Abi Mulaikah berkata:
أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ
"Aku menjumpai tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka semua takut kemunafikan menimpa diri mereka sendiri.
مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Tidak ada seorang pun dari mereka yang mengatakan bahwa imannya setara dengan iman Jibril dan Mikail." Wallahu a'lam.
وَأَمَّا إِطْلَاقُ اسْمِ الْإِيمَانِ عَلَى الْأَعْمَالِ فَمُتَّفَقٌ عَلَيْهِ عِنْدَ أَهْلِ الْحَقِّ
Adapun penggunaan nama iman untuk amal-amal perbuatan, maka hal itu disepakati oleh Ahlul Haq (kelompok yang benar).
وَدَلَائِلُهُ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصَرَ وَأَشْهَرُ مِنْ أَنْ تُشْهَرَ
Dalil-dalilnya dalam Al-Kitab dan As-Sunnah lebih banyak dari sekadar untuk dihitung, dan lebih masyhur dari sekadar untuk dipopulerkan.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى وَمَا كَانَ اللَّهُ ليضيع ايمانكم أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ صَلَاتَكُمْ
Allah Ta'ala berfirman: "Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu." (QS. Al-Baqarah: 143). Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud (imanmu) adalah shalat kalian (menghadap Baitul Maqdis).
وَأَمَّا الْأَحَادِيثُ فَسَتَمُرُّ بِكَ فِي هَذَا الْكِتَابِ مِنْهَا جُمَلٌ مُسْتَكْثَرَاتٌ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Adapun hadis-hadisnya, maka akan engkau lewati dalam kitab ini sejumlah besar darinya. Wallahu a'lam.
وَاتَّفَقَ أَهْلُ السُّنَّةِ مِنَ الْمُحَدِّثِينَ وَالْفُقَهَاءِ وَالْمُتَكَلِّمِينَ عَلَى أَنَّ الْمُؤْمِنَ الَّذِي يُحْكَمُ بِأَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ
Ahlus Sunnah dari kalangan ahli hadis, ahli fikih, dan ahli kalam sepakat bahwa seorang mukmin yang dihukumi sebagai Ahlul Qiblah (umat Islam),
وَلَا يُخَلَّدُ فِي النَّارِ لَا يَكُونُ إِلَّا مَنِ اعْتَقَدَ بِقَلْبِهِ دِينَ الْإِسْلَامِ اعْتِقَادًا جَازِمًا خَالِيًا مِنَ الشُّكُوكِ
dan yang tidak kekal di neraka, hanyalah orang yang meyakini agama Islam dalam hatinya dengan keyakinan yang pasti dan terbebas dari keraguan.
وَنَطَقَ بِالشَّهَادَتَيْنِ فَإِنِ اقْتَصَرَ عَلَى إِحْدَاهُمَا لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ أَصْلًا
Serta mengucapkan dua kalimat syahadat. Jika ia hanya mencukupkan diri dengan salah satunya, maka ia sama sekali bukan termasuk Ahlul Qiblah.
إِلَّا إِذَا عَجَزَ عَنِ النُّطْقِ لِخَلَلٍ فِي لِسَانِهِ أَوْ لِعَدَمِ التَّمَكُّنِ مِنْهُ لِمُعَاجَلَةِ الْمَنِيَّةِ أَوْ لِغَيْرِ ذَلِكَ فَإِنَّهُ يَكُونُ مُؤْمِنًا
Kecuali jika ia tidak mampu mengucapkannya karena cacat pada lisannya, atau karena tidak sempat mengucapkannya sebab kematian yang datang tiba-tiba, atau sebab lainnya, maka ia tetap dianggap mukmin.
أَمَّا إِذَا أَتَى بِالشَّهَادَتَيْنِ فَلَا يُشْتَرَطُ مَعَهُمَا أَنْ يَقُولَ وَأَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ دِينٍ خَالَفَ الْإِسْلَامَ
Adapun jika ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat, maka tidak disyaratkan baginya untuk mengucapkan (tambahan): "Dan saya berlepas diri dari setiap agama yang menyelisihi Islam."
إِلَّا إِذَا كَانَ مِنَ الْكُفَّارِ الَّذِينَ يَعْتَقِدُونَ اخْتِصَاصَ رِسَالَةِ نَبِيِّنَا صلى الله عليه وسلم إِلَى الْعَرَبِ
Kecuali jika ia termasuk orang kafir yang meyakini bahwa risalah Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam itu khusus untuk bangsa Arab saja.
فَإِنَّهُ لَا يُحْكَمُ بِإِسْلَامِهِ إِلَّا بِأَنْ يَتَبَرَّأَ
Maka orang seperti ini tidak dihukumi Islamnya kecuali dengan berlepas diri (dari keyakinan lamanya).
وَمِنْ أَصْحَابِنَا أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ رحمه الله مَنْ شَرَطَ أَنْ يَتَبَرَّأَ مُطْلَقًا وَلَيْسَ بِشَيْءٍ
Sebagian sahabat kami—pengikut Syafi'i rahimahullah—ada yang mensyaratkan harus berlepas diri secara mutlak, namun pendapat ini tidak dianggap.
أَمَّا إِذَا اقْتَصَرَ عَلَى قَوْلِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يَقُلْ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَالْمَشْهُورُ مِنْ مَذْهَبِنَا وَمَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ أَنَّهُ لايكون مُسْلِمًا
Adapun jika ia mencukupkan diri dengan ucapannya "La ilaha illallah" dan tidak mengucapkan "Muhammad Rasulullah", maka yang masyhur dari madzhab kami dan madzhab para ulama adalah ia belum menjadi muslim.
وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ قَالَ يَكُونُ مُسْلِمًا وَيُطَالَبُ بِالشَّهَادَةِ الْأُخْرَى فَإِنْ أَبَى جُعِلَ مُرْتَدًّا
Sebagian sahabat kami berpendapat ia menjadi muslim, lalu dituntut untuk mengucapkan syahadat yang satunya lagi; jika ia menolak, maka ia dihukumi murtad.
وَيُحْتَجُّ لِهَذَا الْقَوْلِ بِقَوْلِهِ صلى الله عليه وسلم أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Pendapat ini berhujah dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan La ilaha illallah..."
فَإِذَا قَالُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ
"...maka jika mereka mengucapkannya, terpeliharalah dariku darah dan harta mereka."
وَهَذَا مَحْمُولٌ عِنْدَ الْجَمَاهِيرِ عَلَى قَوْلِ الشَّهَادَتَيْنِ وَاسْتَغْنَى بِذِكْرِ إِحْدَاهُمَا عَنِ الْأُخْرَى لِارْتِبَاطِهِمَا وَشُهْرَتِهِمَا وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Namun hadis ini menurut mayoritas ulama dipahami bermakna mengucapkan dua kalimat syahadat, dan dicukupkan penyebutan salah satunya (dalam hadis) mewakili yang lainnya karena keterkaitan keduanya dan kemasyhurannya. Wallahu a'lam.
أَمَّا إِذَا أَقَرَّ بِوُجُوبِ الصَّلَاةِ أَوِ الصَّوْمِ أَوْ غَيْرِهِمَا مِنْ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ وَهُوَ عَلَى خِلَافِ مِلَّتِهِ الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا
Adapun jika ia mengakui kewajiban shalat atau puasa atau rukun Islam lainnya, sementara ia masih berada pada agama lamanya,
فَهَلْ يُجْعَلُ بِذَلِكَ مُسْلِمًا فِيهِ وَجْهَانِ لِأَصْحَابِنَا
apakah dengan itu ia dianggap muslim? Terdapat dua pendapat (wajah) di kalangan sahabat kami.
فَمَنْ جَعَلَهُ مُسْلِمًا قَالَ كُلُّ مَا يَكْفُرُ الْمُسْلِمُ بِإِنْكَارِهِ يَصِيرُ الْكَافِرُ بِالْإِقْرَارِ بِهِ مُسْلِمًا
Ulama yang menganggapnya muslim berkata: "Segala sesuatu yang menyebabkan seorang muslim menjadi kafir karena mengingkarinya, maka seorang kafir menjadi muslim dengan mengakuinya."
أَمَّا إِذَا أَقَرَّ بِالشَّهَادَتَيْنِ بِالْعَجَمِيَّةِ وَهُوَ يُحْسِنُ الْعَرَبِيَّةَ فَهَلْ يُجْعَلُ بِذَلِكَ مُسْلِمًا فِيهِ وَجْهَانِ لِأَصْحَابِنَا
Adapun jika ia berikrar dengan dua kalimat syahadat menggunakan bahasa non-Arab padahal ia fasih berbahasa Arab, apakah dengan itu ia dianggap muslim? Terdapat dua pendapat di kalangan sahabat kami.
الصَّحِيحُ مِنْهُمَا أَنَّهُ يَصِيرُ مُسْلِمًا لِوُجُودِ الْإِقْرَارِ
Pendapat yang sahih di antara keduanya adalah ia menjadi muslim karena adanya pengikraran.
وَهَذَا الْوَجْهُ هُوَ الْحَقُّ وَلَا يَظْهَرُ لِلْآخَرِ وَجْهٌ
Pendapat inilah yang benar, dan tidak tampak alasan yang kuat bagi pendapat yang lain.
وَقَدْ بَيَّنْتُ ذَلِكَ مُسْتَقْصًى فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَاللَّهُ أعلم
Dan sungguh aku telah menjelaskan hal itu secara mendalam dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab. Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar