Penjelasan Iman, Islam dan Ihsan #2

واختلفا الْعُلَمَاءُ مِنَ السَّلَفِ وَغَيْرِهِمْ فِي إِطْلَاقِ الْإِنْسَانِ قَوْلَهُ أَنَا مُؤْمِنٌ
Para ulama dari kalangan salaf dan selain mereka berbeda pendapat. Yaitu tentang seseorang yang mengucapkan: "Aku seorang mukmin."
فَقَالَتْ طَائِفَةٌ لَا يَقُولُ أَنَا مُؤْمِنٌ مُقْتَصِرًا عَلَيْهِ بَلْ يَقُولُ أَنَا مُؤْمِنٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Suatu kelompok berkata: Ia tidak boleh hanya berkata "Aku seorang mukmin" secara mutlak. Akan tetapi ia mengatakan: "Aku seorang mukmin, insya Allah."
وَحَكَى هَذَا الْمَذْهَبَ بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ أَكْثَرِ أَصْحَابِنَا الْمُتَكَلِّمِينَ
Sebagian sahabat kami menukil madzhab ini dari mayoritas sahabat kami dari kalangan ahli kalam.
وَذَهَبَ آخرون إلى جواز الاطلاق وأنه لايقول إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَهَذَا هُوَ الْمُخْتَارُ وَقَوْلُ أَهْلِ التَّحْقِيقِ
Kelompok lain berpendapat bolehnya menyatakan secara mutlak. Dan bahwa ia tidak mengatakan "insya Allah". Inilah pendapat yang terpilih. Dan inilah pendapat Ahlut Tahqiq (para peneliti).
وَذَهَبَ الْأَوْزَاعِيُّ وَغَيْرُهُ إِلَى جَوَازِ الْأَمْرَيْنِ
Al-Auza'i dan selainnya berpendapat bolehnya kedua cara ini.
وَالْكُلُّ صَحِيحٌ بِاعْتِبَارَاتٍ مُخْتَلِفَةٍ
Dan semuanya benar jika dilihat dari pertimbangan yang berbeda-beda.
فَمَنْ أَطْلَقَ نَظَرَ إِلَى الْحَالِ وَأَحْكَامُ الْإِيمَانِ جَارِيَةٌ عَلَيْهِ فِي الْحَالِ
Barangsiapa mengucapkan secara mutlak, ia memandang kepada kondisi saat ini. Dan hukum-hukum keimanan berlaku atasnya pada saat ini.
وَمَنْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَقَالُوا فِيهِ هُوَ إِمَّا لِلتَّبَرُّكِ وَإِمَّا لِاعْتِبَارِ الْعَاقِبَةِ
Dan siapa yang berkata "insya Allah", mereka (para ulama) mengatakan: Hal itu dilakukan atau untuk mencari keberkahan, atau karena mempertimbangkan akibat akhir (husnul khatimah).
وَمَا قَدَّرَ اللَّهُ تَعَالَى فَلَا يَدْرِي أَيَثْبُتُ عَلَى الْإِيمَانِ أَمْ يُصْرَفُ عَنْهُ
Dan (karena ia mempertimbangkan) apa yang Allah Ta'ala tetapkan. Ia tidak tahu apakah ia akan tetap teguh di atas iman atau dipalingkan darinya.
وَالْقَوْلُ بِالتَّخْيِيرِ حَسَنٌ صَحِيحٌ نَظَرًا إِلَى مَأْخَذِ الْقَوْلَيْنِ الْأَوَّلَيْنِ وَرَفْعًا لِحَقِيقَةِ الْخِلَافِ
Pendapat yang membolehkan memilih (antara dua cara tadi) adalah pendapat yang baik dan benar. Jika dilihat dari dasar dua pendapat pertama dan untuk menghilangkan hakikat perbedaan (yang tajam).
وَأَمَّا الْكَافِرُ فَفِيهِ خِلَافٌ غَرِيبٌ لِأَصْحَابِنَا
Adapun mengenai orang kafir, terdapat perbedaan pendapat yang aneh di kalangan sahabat kami.
مِنْهُمْ مَنْ قَالَ يُقَالُ هُوَ كَافِرٌ وَلَا يَقُولُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Sebagian mereka berkata: Dikatakan: "Ia kafir" dan tidak dikatakan "insya Allah."
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ هُوَ فِي التَّقْيِيدِ كَالْمُسْلِمِ عَلَى مَا تَقَدَّمَ
Sebagian lagi berkata: Dalam hal pembatasan (dengan "insya Allah") ia sama seperti muslim sebagaimana telah lalu penjelasannya.
فَيُقَالُ عَلَى قَوْلِ التَّقْيِيدِ هُوَ كَافِرٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ نَظَرًا إِلَى الْخَاتِمَةِ وَأَنَّهَا مَجْهُولَةٌ
Maka menurut pendapat yang membatasi, dikatakan: "Ia kafir, insya Allah." Dengan mempertimbangkan akhir kehidupannya yang tidak diketahui.
وَهَذَا الْقَوْلُ اخْتَارَهُ بَعْضُ الْمُحَقِّقِينَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Pendapat ini dipilih oleh sebagian ulama peneliti. Dan Allah lebih mengetahui.
وَاعْلَمْ أَنَّ مَذْهَبَ أَهْلِ الْحَقِّ أَنَّهُ لَا يُكَفَّرُ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ بِذَنْبٍ
Ketahuilah, bahwa madzhab Ahlul Haq adalah: Tidak seorang pun dari Ahlul Qiblah (kaum muslimin) dikafirkan karena dosa.
وَلَا يُكَفَّرُ أَهْلُ الْأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ
Dan tidak pula ahli hawa nafsu dan ahli bid'ah dihukumi kafir (secara umum).
وَأَنَّ مَنْ جَحَدَ مَا يُعْلَمُ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ ضَرُورَةً حُكِمَ بِرِدَّتِهِ وَكُفْرِهِ
Dan bahwa siapa yang mengingkari sesuatu yang diketahui secara pasti dari agama Islam, maka ia diberi hukum murtad dan kafir.
إِلَّا أَنْ يَكُونَ قَرِيبَ عَهْدٍ بِالْإِسْلَامِ أَوْ نَشَأَ بِبَادِيَةٍ بَعِيدَةٍ وَنَحْوِهِ مِمَّنْ يَخْفَى عَلَيْهِ
Kecuali jika ia baru masuk Islam, atau tumbuh di pedalaman yang jauh, dan semisalnya dari orang-orang yang hal itu tersembunyi baginya.
فَيُعَرَّفُ ذَلِكَ فَإِنِ اسْتَمَرَّ حُكِمَ بِكُفْرِهِ
Maka ia diberi penjelasan tentang hal itu. Jika ia tetap (mengingkari), dihukumi kafir.
وَكَذَا حُكْمُ مَنِ استحل الزنى أَوِ الْخَمْرَ أَوِ الْقَتْلَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ الَّتِي يُعْلَمُ تَحْرِيمُهَا ضَرُورَةً
Demikian pula hukum orang yang menghalalkan zina, khamar, pembunuhan, atau selain itu dari perkara haram yang diketahui keharamannya secara pasti.
فَهَذِهِ جُمَلٌ مِنَ الْمَسَائِلِ الْمُتَعَلِّقَةِ بِالْإِيمَانِ قَدَّمْتُهَا فِي صَدْرِ الْكِتَابِ
Inilah sekumpulan masalah yang berkaitan dengan iman, yang telah aku dahulukan pada awal kitab ini.
تَمْهِيدًا لِكَوْنِهَا مِمَّا يَكْثُرُ الِاحْتِيَاجُ إِلَيْهِ وَلِكَثْرَةِ تَكَرُّرِهَا وَتَرْدَادِهَا فِي الْأَحَادِيثِ
Sebagai pengantar, karena ia termasuk masalah yang banyak dibutuhkan. Dan karena sering berulang dan kembali disebut dalam hadis.
فَقَدَّمْتُهَا لأحيل عليها اذا مررت بما يحرج عَلَيْهَا
Maka aku mendahulukannya, agar aku dapat merujuk kepadanya ketika melewati sesuatu yang berkaitan dengannya.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ وَلَهُ الْحَمْدُ وَالنِّعْمَةُ وَبِهِ التَّوْفِيقُ وَالْعِصْمَةُ
Allah lebih mengetahui kebenaran. Bagi-Nya segala puji dan nikmat. Dengan-Nya terdapat taufik dan penjagaan (dari kesalahan).
قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْحُسَيْنِ مُسْلِمُ بْنُ الْحَجَّاجِ رضي الله عنه
Berkata Al-Imam Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj *radhiyallahu 'anhu*:
[8] (حَدَّثَنِي أبو خيثمة زهير بن حرب ثنا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بريدة عن يحيى بن شرح النووي على مسلم - جـ ١(ص: ١٥١) يعمر ح وثنا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ وَهَذَا حَدِيثُهُ ثنا أبى ثنا كهمس عن بن بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ قَالَ كَانَ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ بِالْبَصْرَةِ مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ إِلَى آخِرِ الْحَدِيثِ)
"[8] Telah menceritakan kepadaku Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Kahmas, dari Abdullah bin Buraidah, dari Yahya bin Ya'mar. (Dan) telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz Al-Anbari—dan ini adalah hadisnya— telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Kahmas, dari Ibnu Buraidah, dari Yahya bin Ya'mar, ia berkata: 'Di Basrah, orang yang pertama kali berbicara tentang takdir adalah Ma'bad Al-Juhani, … sampai akhir hadis.'"
اعْلَمْ أَنَّ مُسْلِمًا رحمه الله سَلَكَ فِي هَذَا الْكِتَابِ طَرِيقَةً فِي الْإِتْقَانِ وَالِاحْتِيَاطِ وَالتَّدْقِيقِ وَالتَّحْقِيقِ
Ketahuilah bahwa Muslim *rahimahullah* dalam kitab ini menempuh suatu metode dalam ketelitian, kehati-hatian, ketajaman, dan penelusuran yang cermat.
مَعَ الِاخْتِصَارِ الْبَلِيغِ وَالْإِيجَازِ التَّامِّ فِي نِهَايَةٍ مِنَ الْحُسْنِ
Disertai ringkasan yang padat dan singkat, pada puncak keindahan.
مُصَرِّحَةً بِغَزَارَةِ عُلُومِهِ وَدِقَّةِ نَظَرِهِ وَحِذْقِهِ
Hal ini menunjukkan betapa luas ilmunya, tajam pandangannya, dan mahirnya ia (dalam ilmu hadis).
وَذَلِكَ يَظْهَرُ فِي الْإِسْنَادِ تَارَةً وَفِي الْمَتْنِ تَارَةً وَفِيهِمَا تَارَةً
Hal itu tampak terkadang pada sanad, terkadang pada matan, dan terkadang pada keduanya sekaligus.
فَيَنْبَغِي لِلنَّاظِرِ فِي كِتَابِهِ أَنْ يَتَنَبَّهَ لِمَا ذَكَرْتُهُ
Maka sepatutnya bagi orang yang memperhatikan kitabnya untuk menyadari apa yang telah aku sebutkan ini.
فَإِنَّهُ يَجِدُ عَجَائِبَ مِنَ النَّفَائِسِ وَالدَّقَائِقِ
Karena ia akan mendapatkan keajaiban berupa mutiara-mutiara ilmu dan rincian-rincian halus.
تَقَرُّ بِآحَادِ أَفْرَادِهَا عَيْنُهُ وَيَنْشَرِحُ لَهَا صَدْرُهُ
Yang dengan setiap bagiannya, matanya akan sejuk dan dadanya akan lapang.
وَتُنَشِّطُهُ لِلِاشْتِغَالِ بِهَذَا ا��ْعِلْمِ
Dan hal itu akan menyemangatinya untuk menyibukkan diri dengan ilmu ini.
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا يُعْرَفُ أَحَدٌ شَارَكَ مُسْلِمًا فِي هَذِهِ النَّفَائِسِ الَّتِي يُشِيرُ إِلَيْهَا مِنْ دَقَائِقِ عِلْمِ الْإِسْنَادِ
Ketahuilah bahwa tidak diketahui ada seorang pun yang menyaingi Muslim dalam mutiara-mutiara ini, yang ia isyaratkan dari hal-hal halus dalam ilmu sanad.
وَكِتَابُ الْبُخَارِيِّ وَإِنْ كَانَ أَصَحَّ وَأَجَلَّ وَأَكْثَرَ فَوَائِدَ فِي الْأَحْكَامِ وَالْمَعَانِي
Kitab Al-Bukhari, meskipun lebih sahih, lebih agung, dan lebih banyak faedah dalam hukum-hukum dan makna-makna,
فَكِتَابُ مُسْلِمٍ يَمْتَازُ بِزَوَائِدَ مِنْ صَنْعَةِ الْإِسْنَادِ
namun kitab Muslim memiliki kelebihan berupa tambahan-tambahan dari sisi teknik penyusunan sanad.
وَسَتَرَى مِمَّا أُنَبِّهُ عَلَيْهِ مِنْ ذَلِكَ مَا يَنْشَرِحُ لَهُ صَدْرُكَ
Dan engkau akan melihat dari apa yang akan aku tunjukkan darinya, hal-hal yang akan melapangkan dadamu.
وَيَزْدَادُ بِهِ الْكِتَابُ وَمُصَنِّفُهُ فِي قَلْبِكَ جَلَالَةً إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
Dan dengan itu, kitab ini dan penulisnya akan bertambah keagungannya di hatimu, insya Allah Ta'ala.
فَإِذَا تَقَرَّرَ مَا قُلْتُهُ فَفِي هَذِهِ الْأَحْرُفِ الَّتِي ذَكَرَهَا مِنَ الْإِسْنَادِ أَنْوَاعٌ مِمَّا ذَكَرْتُهُ
Jika telah jelas apa yang aku sebutkan, maka pada beberapa kata sanad yang ia sebutkan di sini terdapat jenis-jenis (contoh) dari apa yang aku sebutkan.
فَمِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ قَالَ أَوَّلًا حَدَّثَنِي أَبُو خَيْثَمَةَ ثُمَّ قَالَ فِي الطَّرِيقِ الْآخَرِ وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ
Di antaranya ia pertama berkata: "Telah menceritakan kepadaku Abu Khaitsamah." Kemudian pada jalur lain ia berkata: "Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz."
فَفَرَّقَ بَيْنَ حَدَّثَنِي وَحَدَّثَنَا
Maka ia membedakan antara "haddatsani" (telah menceritakan kepadaku) dan "haddatsana" (telah menceritakan kepada kami).
وَهَذَا تَنْبِيهٌ عَلَى الْقَاعِدَةِ الْمَعْرُوفَةِ عِنْدَ أَهْلِ الصَّنْعَةِ
Ini adalah penegasan terhadap kaidah yang dikenal di kalangan ahli hadis.
وَهِيَ أَنَّهُ يَقُولُ فِيمَا سَمِعَهُ وَحْدَهُ مِنْ لَفْظِ الشَّيْخِ حَدَّثَنِي
Yaitu bahwa dalam apa yang ia dengar sendirian dari lafaz syaikh, ia berkata "haddatsani".
وَفِيمَا سَمِعَهُ مَعَ غَيْرِهِ مِنْ لَفْظِ الشَّيْخِ حَدَّثَنَا
Dan pada apa yang ia dengar bersama orang lain dari lafaz syaikh, ia berkata "haddatsana".
وَفِيمَا قَرَأَهُ وَحْدَهُ عَلَى الشَّيْخِ أَخْبَرَنِي
Dan pada apa yang ia baca sendiri di hadapan syaikh, ia berkata "akhbarani" (telah mengabarkan kepadaku).
وَفِيمَا قُرِئَ بِحَضْرَتِهِ فِي جَمَاعَةٍ عَلَى الشَّيْخِ أَخْبَرَنَا
Dan pada apa yang dibacakan di hadapannya dalam suatu majelis kepada syaikh, ia berkata "akhbarana" (telah mengabarkan kepada kami).
وَهَذَا اصْطِلَاحٌ مَعْرُوفٌ عِنْدَهُمْ وَهُوَ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَهُمْ
Ini adalah istilah yang dikenal di kalangan mereka, dan hukumnya mustahab menurut mereka.
وَلَوْ تَرَكَهُ وَأَبْدَلَ حَرْفًا مِنْ ذَلِكَ بِآخَرَ صَحَّ السَّمَاعُ وَلَكِنْ تَرَكَ الْأَوْلَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Seandainya ia meninggalkannya dan mengganti salah satu kata tersebut dengan yang lain, maka tetap sah pendengarannya; hanya saja ia meninggalkan pilihan yang lebih utama. Dan Allah lebih mengetahui.
وَمِنْ ذَلِكَ أَنَّهُ قَالَ فِي الطَّرِيقِ الْأَوَّلِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ كَهْمَسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ
Dan di antaranya, bahwa ia berkata pada jalur pertama: "Telah menceritakan kepada kami Waki', dari Kahmas, dari Abdullah bin Buraidah, dari Yahya bin Ya'mar."
ثُمَّ فِي الطَّرِيقِ الثانى أعاد الرواية عن كهمس عن بن بُرَيْدَةَ عَنْ يَحْيَى
Kemudian pada jalur kedua ia mengulangi penyebutan riwayat dari Kahmas, dari Ibnu Buraidah, dari Yahya.
فَقَدْ يُقَالُ هَذَا تَطْوِيلٌ لَا يَلِيقُ بِإِتْقَانِ مُسْلِمٍ وَاخْتِصَارِهِ
Mungkin ada yang berkata: "Ini adalah pemanjangan (sanad) yang tidak sesuai dengan ketelitian dan kebiasaan ringkas Muslim."
فَكَانَ يَنْبَغِي أَنْ يَقِفَ بِالطَّرِيقِ الْأَوَّلِ عَلَى وَكِيعٍ
Seharusnya ia cukup menghentikan jalur pertama sampai Waki'.
وَيَجْتَمِعُ مُعَاذٌ وَوَكِيعٌ فِي الرِّوَايَةِ عَنْ كَهْمَسٍ عَنِ بن بُرَيْدَةَ
Lalu Mu'adz dan Waki' bersama-sama dalam meriwayatkan dari Kahmas, dari Ibnu Buraidah.
وَهَذَا الِاعْتِرَاضُ فَاسِدٌ لَا يَصْدُرُ إِلَّا مِنْ شَدِيدِ الْجَهَالَةِ بِهَذَا الْفَنِّ
Keberatan ini batil, tidak muncul kecuali dari orang yang sangat jahil terhadap ilmu ini.
فَإِنَّ مُسْلِمًا رحمه الله يَسْلُكُ الِاخْتِصَارَ لَكِنْ بِحَيْثُ لَا يَحْصُلُ خَلَلٌ وَلَا يَفُوتُ بِهِ مَقْصُودٌ
Karena Muslim *rahimahullah* memang menempuh cara ringkas, namun dengan syarat tidak terjadi kekeliruan dan tidak hilang maksud yang penting.
وَهَذَا الْمَوْضِعُ يَحْصُلُ فِي الِاخْتِصَارِ فِيهِ خَلَلٌ وَيَفُوتُ بِهِ مَقْصُودٌ
Dan pada bagian ini, jika diringkas akan terjadi kekurangan dan hilang maksud yang penting.
وَذَلِكَ لِأَنَّ وَكِيعًا قَالَ عَنْ كَهْمَسٍ وَمُعَاذٌ قَالَ حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ
Karena Waki' berkata: "dari Kahmas" (dengan 'an'anah), sedangkan Mu'adz berkata: "Telah menceritakan kepada kami Kahmas" (dengan "haddatsana").
وَقَدْ عُلِمَ بِمَا قَدَّمْنَاهُ فِي بَابِ المعنعن أن العلماء اختلفوا فى الاحتجاج بالمعنعن
Dan telah diketahui dari apa yang sudah kami jelaskan dalam bab "mu'an'an", bahwa para ulama berbeda pendapat tentang kehujahan hadis yang diriwayatkan dengan 'an'anah.
وَلَمْ يختلفوا فى المتصل بحدثنا
Sedangkan mereka tidak berbeda pendapat tentang hadis yang tersambung dengan lafaz "haddatsana".
فَأَتَى مُسْلِمٌ بِالرِّوَايَتَيْنِ كَمَا سُمِعَتَا لِيُعْرَفَ الْمُتَّفَقُ عَلَيْهِ مِنَ الْمُخْتَلَفِ فِيهِ
Maka Muslim membawakan kedua riwayat tersebut sebagaimana ia mendengarnya, agar dapat diketahui mana yang disepakati dan mana yang diperselisihkan.
وَلِيَكُونَ رَاوِيًا بِاللَّفْظِ الَّذِي سَمِعَهُ
Dan agar ia menjadi perawi dengan lafaz yang ia dengar (apa adanya).
وَلِهَذَا نَظَائِرُ فِي مُسْلِمٍ سَتَرَاهَا مَعَ التَّنْبِيهِ عَلَيْهَا إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
Hal seperti ini memiliki banyak padanan dalam (kitab) Muslim, yang akan engkau lihat, disertai penjelasaan (darinya), insya Allah Ta'ala.
وَإِنْ كَانَ مِثْلُ هَذَا ظَاهِرًا لِمَنْ لَهُ أَدْنَى اعْتِنَاءٍ بِهَذَا الْفَنِّ
Meskipun hal seperti ini jelas bagi orang yang punya sedikit saja perhatian terhadap ilmu ini.
إِلَّا أَنِّي أُنَبِّهُ عَلَيْهِ لِغَيْرِهِمْ وَلِبَعْضِهِمْ مِمَّنْ قَدْ يَغْفُلُ
Tetapi aku menegaskan hal ini untuk selain mereka dan bagi sebagian mereka yang mungkin lalai.
وَلِكُلِّهِمْ مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى وَهُوَ أَنَّهُ يَسْقُطُ عَنْهُمُ النَّظَرُ وَتَحْرِيرُ عِبَارَةٍ عَنِ الْمَقْصُودِ
Dan bagi semuanya dari sisi lain, yaitu agar gugur dari mereka (beban) menelaah dan menyusun ungkapan secara rinci tentang maksud tersebut.
وَهُنَا مَقْصُودٌ آخَرُ وَهُوَ أَنَّ فِي رِوَايَةِ وَكِيعٍ قَالَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ
Dan di sini ada maksud lain. Yaitu bahwa dalam riwayat Waki' ia berkata: "dari Abdullah bin Buraidah".
وَفِي رِوَايَةِ معاذ قال عن بن بُرَيْدَةَ
Sedangkan dalam riwayat Mu'adz ia berkata: "dari Ibnu Buraidah."
فَلَوْ أَتَى بِأَحَدِ اللَّفْظَيْنِ حَصَلَ خَلَلٌ
Seandainya ia hanya membawa salah satu dari dua lafaz ini, akan terjadi kekurangan.
فانه ان قال بن بُرَيْدَةَ لَمْ نَدْرِ مَا اسْمُهُ وَهَلْ هُوَ عَبْدُ اللَّهِ هَذَا أَوْ أَخُوهُ سُلَيْمَانُ بْنُ بُرَيْدَةَ
Jika hanya disebut "Ibnu Buraidah", kita tidak tahu siapa namanya. Apakah ia Abdullah ini, ataukah saudaranya Sulaiman bin Buraidah.
وَإِنْ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ كَانَ كَاذِبًا عَلَى مُعَاذٍ فَإِنَّهُ لَيْسَ فِي رِوَايَتِهِ عَبْدُ اللَّهِ
Jika disebut "Abdullah bin Buraidah", berarti berdusta atas nama Mu'adz, karena di dalam riwayatnya tidak ada lafaz "Abdullah".
وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Dan Allah lebih mengetahui.
وَأَمَّا قَوْلُهُ فِي الرِّوَايَةِ الْأُولَى عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ فَلَا يَظْهَرُ لِذِكْرِهِ أَوَّلًا فَائِدَةٌ
Adapun ucapannya dalam riwayat pertama: "dari Yahya bin Ya'mar", maka pada awalnya tidak tampak faidah dari penyebutan ini.
وَعَادَةُ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ فِي مِثْلِ هَذَا أَنْ لَا يَذْكُرُوا يَحْيَى بْنَ يَعْمَرَ
Dan kebiasaan Muslim dan selainnya dalam hal seperti ini adalah tidak menyebut Yahya bin Ya'mar.
لِأَنَّ الطَّرِيقَيْنِ اجْتَمَعَتَا فِي بن بُرَيْدَةَ وَلَفْظُهُمَا عَنْهُ بِصِيغَةٍ وَاحِدَةٍ
Karena kedua jalur itu bertemu pada Ibnu Buraidah dan lafaz keduanya darinya sama.
إِلَّا أَنِّي رَأَيْتُ فِي بَعْضِ النُّسَخِ فِي الطَّرِيقِ الْأُولَى عن يحيى فحسب وليس فيها بن يَعْمَرَ
Namun aku melihat dalam sebagian naskah, pada jalur pertama hanya tertulis "dari Yahya", tidak ada tambahan "bin Ya'mar."
فَإِنْ صَحَّ هَذَا فَهُوَ مُزِيلٌ لِلْإِنْكَارِ الَّذِي ذَكَرْنَاهُ
Jika ini sahih, maka ia menghilangkan keberatan yang kami sebutkan.
فَإِنَّهُ يَكُونُ فِيهِ فَائِدَةٌ كَمَا قررناه فى بن بريدة والله أعلم
Karena dengannya terdapat faidah, sebagaimana telah kami jelaskan pada (kasus) Ibnu Buraidah. Dan Allah lebih mengetahui.
ومن ذلك قوله حدثنا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ وَهَذَا حَدِيثُهُ
Di antaranya juga adalah ucapannya: "Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz, dan ini adalah hadisnya."
فَهَذِهِ عَادَةٌ لِمُسْلِمٍ رحمه الله قَدْ أَكْثَرَ مِنْهَا
Ini adalah kebiasaan Muslim *rahimahullah*, dan ia cukup sering melakukannya.
وَقَدِ اسْتَعْمَلَهَا غَيْرُهُ قَلِيلًا
Selain beliau pun ada yang menggunakannya, meski jarang.
وَهِيَ مُصَرِّحَةٌ بِمَا ذَكَرْتُهُ مِنْ تَحْقِيقِهِ وَوَرَعِهِ وَاحْتِيَاطِهِ
Ungkapan ini secara jelas menunjukkan apa yang aku sebutkan tentang ketelitian, sikap wara', dan kehati-hatiannya.
وَمَقْصُودُهُ أَنَّ الرَّاوِيَيْنِ اتَّفَقَا فِي الْمَعْنَى وَاخْتَلَفَا فِي بَعْضِ الْأَلْفَاظِ
Maksudnya adalah bahwa dua perawi itu sepakat dalam makna, tetapi berbeda pada sebagian lafaz.
وَهَذَا لَفْظُ فُلَانٍ وَالْآخَرُ بِمَعْنَاهُ وَاللَّهُ أعلم
Jadi, "ini lafaz si fulan, dan yang lain meriwayatkan dengan maknanya." Dan Allah lebih mengetahui.
وأما قوله بَعْدَ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ فِي الرِّوَايَةِ الْأُولَى فَهِيَ حَاءُ التَّحْوِيلِ مِنْ إِسْنَادٍ إِلَى إِسْنَادٍ
Adapun huruf "ح" setelah Yahya bin Ya'mar dalam riwayat pertama, maka itu adalah "ha' at-tahwil" (tanda perpindahan sanad) dari satu sanad ke sanad lain.
فيقول القارىء إِذَا انْتَهَى إِلَيْهَا ح قَالَ وَحَدَّثَنَا فُلَانٌ هَذَا هُوَ الْمُخْتَارُ
Maka pembaca ketika sampai padanya membaca: "ح"، lalu berkata: "Dan telah menceritakan kepada kami si fulan..." Inilah yang dipilih (oleh para ahli).
وَقَدْ قَدَّمْتُ فِي الْفُصُولِ السَّابِقَةِ بَيَانَهَا وَالْخِلَافَ فِيهَا وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Aku telah menjelaskan sebelumnya dalam beberapa bagian terdahulu tentang hal ini dan perbedaan pendapat di dalamnya. Dan Allah lebih mengetahui.
فَهَذَا مَا حَضَرَنِي فِي الْحَالِ فِي التَّنْبِيهِ عَلَى دَقَائِقِ هَذَا الْإِسْنَادِ وَهُوَ تَنْبِيهٌ عَلَى مَا سِوَاهُ
Inilah yang hadir dalam benakku saat ini dalam memberi catatan tentang rincian halus pada sanad ini. Dan ini sekaligus sebagai isyarat bagi yang selainnya.
وَأَرْجُو أَنْ يُتَفَطَّنَ بِهِ لِمَا عَدَاهُ
Aku berharap dengan ini orang akan dapat menyadari (perkara serupa) pada hadis-hadis lainnya.
وَلَا يَنْبَغِي لِلنَّاظِرِ فِي هَذَا الشَّرْحِ أَنْ يَسْأَمَ مِنْ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ يَجِدُهُ مَبْسُوطًا وَاضِحًا
Tidak sepantasnya bagi yang membaca syarah ini merasa bosan dengan hal-hal seperti itu, yang ia temukan dijelaskan panjang lebar dan terang.
فَإِنِّي إِنَّمَا أَقْصِدُ بِذَلِكَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ الْكَرِيمُ الْإِيضَاحَ وَالتَّيْسِيرَ
Karena aku hanya bermaksud dengannya—insya Allah Yang Maha Mulia—untuk memperjelas dan memudahkan.
وَالنَّصِيحَةَ لِمُطَالِعِهِ وَإِعَانَتَهُ واغنائه مِنْ مُرَاجَعَةِ غَيْرِهِ فِي بَيَانِهِ
Serta memberi nasihat kepada pembacanya, menolongnya, dan mencukupkannya dari harus merujuk kitab lain dalam penjelasan ini.
وَهَذَا مَقْصُودُ الشُّرُوحِ
Dan inilah tujuan disusunnya kitab-kitab syarah.
فَمَنِ اسْتَطَالَ شَيْئًا مِنْ هَذَا وَشِبْهِهِ فَهُوَ بَعِيدٌ مِنَ الْإِتْقَانِ مُبَاعِدٌ لِلْفَلَاحِ فِي هَذَا الشَّأْنِ
Barangsiapa merasa panjang (berlebihan) terhadap hal-hal seperti ini dan yang semisalnya, maka ia jauh dari ketelitian dan menjauhkan dirinya dari keberhasilan dalam bidang ini.
فَلْيُعَزِّ نَفْسَهُ لِسُوءِ حَالِهِ وَلْيَرْجِعْ عَمَّا ارْتَكَبَهُ مِنْ قَبِيحِ فِعَالِهِ
Hendaklah ia menghibur dirinya atas buruknya keadaannya. Dan hendaklah ia kembali dari perbuatan buruk yang ia lakukan.
وَلَا يَنْبَغِي لِطَالِبِ التَّحْقِيقِ وَالتَّنْقِيحِ وَالْإِتْقَانِ وَالتَّدْقِيقِ
Tidak sepantasnya bagi penuntut ilmu yang mencari ketelitian, penyaringan, kesempurnaan, dan keakuratan,
أَنْ يَلْتَفِتَ إِلَى كَرَاهَةِ أَوْ سَآمَةِ ذَوِي الْبَطَالَةِ وَأَصْحَابِ الْغَبَاوَةِ وَالْمَهَانَةِ وَالْمَلَالَةِ
untuk menoleh kepada kebencian atau kejenuhan orang-orang pemalas, dan para pemilik kebodohan, kehinaan, dan rasa bosan.
بَلْ شرح النووي على مسلم - جـ ١(ص: ١٥٣) يَفْرَحُ بِمَا يَجِدُهُ مِنَ الْعِلْمِ مَبْسُوطًا
Bahkan hendaknya ia bergembira dengan ilmu yang ia dapati tersaji luas.
وَمَا يُصَادِفهُ مِنَ الْقَوَاعِدِ وَالْمُشْكِلَاتِ وَاضِحًا مَضْبُوطًا
Dan dengan kaidah-kaidah dan masalah-masalah sulit yang ia jumpai terjelaskan dan tersusun dengan baik.
وَيَحْمَدُ اللَّهَ الْكَرِيمَ عَلَى تَيْسِيرِهِ
Dan hendaklah ia memuji Allah Yang Maha Mulia atas kemudahan (yang diberikan-Nya).
وَيَدْعُو لِجَامِعِهِ السَّاعِي فِي تَنْقِيحِهِ وَإِيضَاحِهِ وَتَقْرِيرِهِ
Dan berdoa bagi orang yang mengumpulkannya, yang berusaha menyaring, menjelaskan, dan menegaskannya.
وَفَّقَنَا اللَّهُ الْكَرِيمُ لِمَعَالِي الْأُمُورِ وَجَنَّبَنَا بِفَضْلِهِ جَمِيعَ أَنْوَاعِ الشُّرُورِ
Semoga Allah Yang Maha Mulia memberi kita taufik untuk perkara-perkara yang tinggi. Dan menjauhkan kita, dengan karunia-Nya, dari semua jenis keburukan.
وَجَمَعَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ أَحْبَابِنَا فِي دَارِ الْحُبُورِ وَالسُّرُورِ
Dan mengumpulkan kita bersama orang-orang yang kita cintai di negeri kegembiraan dan kebahagiaan.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Dan Allah lebih mengetahui.
وَأَمَّا ضَبْطُ أَسْمَاءِ الْمَذْكُورِينَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ
Adapun tata cara pembacaan (tashih) nama-nama yang disebutkan dalam sanad ini:
فَخَيْثَمَةُ بِفَتْحِ الْمُعْجَمَةِ وَإِسْكَانِ الْمُثَنَّاةِ تَحْتُ وَبَعْدَهَا مُثَلَّثَةٌ
Khaithamah: dengan membuka huruf kha', mensukun huruf ya', lalu setelahnya huruf tsa'.
وَأَمَّا كَهْمَسٌ فَبِفَتْحِ الْكَافِ وَإِسْكَانِ الْهَاءِ وَفَتْحِ الْمِيمِ وَبِالسِّينِ الْمُهْمَلَةِ
Adapun Kahmas: dengan membuka kaf, mensukun ha', membuka mim, dan dengan huruf sin (bukan syin).
وَهُوَ كَهْمَسُ بْنُ الْحَسَنِ أَبُو الْحَسَنِ التَّمِيمِيُّ الْبَصْرِيُّ
Ia adalah Kahmas bin Al-Hasan, Abu Al-Hasan At-Tamimi Al-Bashri.
وَأَمَّا يَحْيَى بْنُ يَعْمَرَ فَبِفَتْحِ الْمِيمِ وَيُقَالُ بِضَمِّهَا
Adapun Yahya bin Ya'mar: mim-nya dibaca fathah, dan ada yang mengatakan dengan dhammah.
وَهُوَ غَيْرُ مَصْرُوفٍ لِوَزْنِ الْفِعْلِ
Dan ia tidak ditanwin (ghairu munsarif) karena pola katanya seperti fi'il (kata kerja).
كُنْيَةُ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ أَبُو سُلَيْمَانَ وَيُقَالُ أَبُو سَعِيدٍ وَيُقَالُ أَبُو عَدِيٍّ
Kunyah Yahya bin Ya'mar adalah Abu Sulaiman, dan ada yang mengatakan Abu Sa'id, dan ada yang mengatakan Abu 'Adi.
الْبَصْرِيُّ ثُمَّ الْمَرْوَزِيُّ قَاضِيهَا مِنْ بَنِي عَوْفِ بْنِ بَكْرِ بْنِ أَسَدٍ
Ia adalah seorang Bashri, kemudian Marwazi, qadhi (hakim) di sana, dari Bani 'Auf bin Bakr bin Asad.
قَالَ الْحَاكِمُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ فى تاريخ نيسابور
Al-Hakim Abu Abdillah berkata dalam *Tarikh Naisabur*:
يحيى بن يعمر فقيه أديب نحوى مبرر أَخَذَ النَّحْوَ عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ
"Yahya bin Ya'mar adalah seorang ahli fikih, sastrawan, ahli nahwu yang unggul. Ia belajar nahwu dari Abu Al-Aswad."
نَفَاهُ الْحَجَّاجُ إِلَى خُرَاسَانَ فَقَبِلَهُ قُتَيْبَةُ بْنُ مُسْلِمٍ وَوَلَّاهُ قَضَاءَ خُرَاسَانَ
Al-Hajjaj mengusirnya ke Khurasan. Kemudian Qutaibah bin Muslim menerimanya dan mengangkatnya sebagai qadhi di Khurasan.
وَأَمَّا مَعْبَدٌ الْجُهَنِيُّ
Adapun Ma'bad Al-Juhani,
فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ عَبْدُ الْكَرِيمِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مَنْصُورٍ السَّمْعَانِيُّ التَّمِيمِيُّ الْمَرْوَزِيُّ فِي كِتَابِهِ الْأَنْسَابُ
Maka Abu Sa'id Abdurrahim bin Muhammad bin Mansur As-Sam'ani At-Tamimi Al-Marwazi berkata dalam kitabnya *Al-Ansab*:
الْجُهَنِيُّ بِضَمِّ الْجِيمِ نِسْبَةً إِلَى جُهَيْنَةَ قَبِيلَةٌ مِنْ قُضَاعَةَ
"Al-Juhani: dengan jim yang didhammah, penisbatan kepada Juhainah, suatu kabilah dari Qudha'ah."
وَاسْمُهُ زَيْدُ بْنُ لَيْثِ بْنِ سَوْدِ بْنِ أَسْلَمَ بْنِ الْحَافِّ بْنِ قُضَاعَةَ
Nama (leluhur) Juhainah adalah Zaid bin Laith bin Soud bin Aslam bin Al-Haf bin Qudha'ah.
نَزَلَتِ الْكُوفَةَ وَبِهَا مَحِلَّةٌ تُنْسَبُ إِلَيْهِمْ وَبَقِيَّتُهُمْ نَزَلَتِ الْبَصْرَةَ
Mereka (Juhainah) tinggal di Kufah dan di sana ada suatu kampung yang dinisbatkan kepada mereka. Sisa mereka tinggal di Bashrah.
قَالَ وَمِمَّنْ نَزَلَ جُهَيْنَةَ فَنُسِبَ إِلَيْهِمْ مَعْبَدُ بْنُ خَالِدٍ الْجُهَنِيُّ
Ia berkata: "Di antara orang yang tinggal di (kampung) Juhainah lalu dinisbatkan kepada mereka adalah Ma'bad bin Khalid Al-Juhani."
كَانَ يُجَالِسُ الْحَسَنَ الْبَصْرِيَّ
Ia biasa duduk (berguru) bersama Al-Hasan Al-Bashri.
وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ تَكَلَّمَ فِي الْبَصْرَةِ بِالْقَدَرِ
Dan dialah orang pertama yang berbicara (menyimpang) tentang takdir di Bashrah.
فَسَلَكَ أَهْلُ الْبَصْرَةِ بَعْدَهُ مَسْلَكَهُ لَمَّا رَأَوْا عَمْرَو بْنَ عُبَيْدٍ يَنْتَحِلُهُ
Lalu penduduk Bashrah setelahnya mengikuti jalannya, ketika mereka melihat 'Amr bin 'Ubaid menganut pemikirannya.
قَتَلَهُ الْحَجَّاجُ بْنُ يُوسُفَ صَبْرًا
Al-Hajjaj bin Yusuf membunuhnya dengan cara disiksa.
وَقِيلَ إِنَّهُ مَعْبَدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُوَيْمِرٍ هَذَا آخِرُ كَلَامِ السَّمْعَانِيِّ
Dan ada yang berkata: Sesungguhnya dia adalah Ma'bad bin Abdullah bin 'Uwair. Inilah akhir ucapan As-Sam'ani.
وَأَمَّا الْبَصْرَةُ فَبِفَتْحِ الْبَاءِ وَضَمِّهَا وَكَسْرِهَا ثَلَاثُ لُغَاتٍ حَكَاهَا الْأَزْهَرِيُّ وَالْمَشْهُورُ الْفَتْحُ
Adapun kata "Al-Bashrah", maka menurut Al-Azhari dapat dibaca dengan fathah ba', dhammah, dan kasrah—tiga dialek. Yang masyhur adalah dengan fathah.
وَيُقَالُ لَهَا الْبُصَيْرَةُ بِالتَّصْغِيرِ
Ia juga disebut "Al-Busayrah" dengan bentuk kecil.
قَالَ صَاحِبُ الْمَطَالِعِ وَيُقَالُ لَهَا تَدْمُرَ وَيُقَالُ لَهَا الْمُؤْتَفِكَةُ لِأَنَّهَا ائْتَفَكَتْ بِأَهْلِهَا فِي أَوَّلِ الدَّهْرِ
Penulis *Al-Mathali'* berkata: Ia juga disebut "Tadmur". Dan disebut "Al-Mu'tafikah" karena (konon) ia pernah ditimpakan kehancuran atas penduduknya di awal zaman.
وَالنَّسَبُ إِلَيْهَا بَصْرِيُّ بِفَتْحِ الْبَاءِ وَكَسْرِهَا وَجْهَانِ مَشْهُورَانِ
Bentuk nisbah kepadanya adalah "Bashri" dengan fathah ba' atau kasrah—dua cara yang masyhur.
قَالَ السَّمْعَانِيُّ يُقَالُ الْبَصْرَةُ قُبَّةُ الْإِسْلَامِ وَخِزَانَةُ الْعَرَبِ
As-Sam'ani berkata: "Bashrah disebut sebagai kubah Islam dan gudang (ilmu dan harta) orang Arab."
بَنَاهَا عُتْبَةُ بْنُ غَزْوَانَ فِي خِلَافَةِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه
Ia (kota Bashrah) dibangun oleh 'Utbah bin Ghazwan pada masa kekhalifahan Umar bin Al-Khattab *radhiyallahu 'anhu*.
بَنَاهَا سَنَةَ سَبْعَ عَشْرَةَ مِنَ الْهِجْرَةِ وَسَكَنَهَا النَّاسُ سَنَةَ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ
Ia dibangun pada tahun 17 Hijriah, dan manusia mulai menempatinya pada tahun 18.
وَلَمْ يُعْبَدَ الصَّنَمُ قَطُّ عَلَى أَرْضِهَا
Dan tidak pernah disembah berhala sama sekali di tanahnya.
هَكَذَا كَانَ يَقُولُ لِي أَبُو الْفَضْلِ عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ الْوَاعِظُ بِالْبَصْرَةِ
Demikianlah yang dikatakan kepadaku oleh Abu Al-Fadhl Abul Wahhab bin Ahmad bin Mu'awiyah, sang penceramah di Bashrah.
قَالَ أَصْحَابُنَا وَالْبَصْرَةُ دَاخِلَةٌ فِي أَرْضِ سَوَادِ الْعِرَاقِ وَلَيْسَ لَهَا حُكْمُهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Sahabat-sahabat kami berkata: Bashrah termasuk dalam wilayah Sawad Irak, namun tidak memiliki hukum (tanah Sawad) tersebut. Dan Allah lebih mengetahui.
وَأَمَّا قَوْلُهُ أَوَّلَ مَنْ قَالَ فِي الْقَدَرِ فَمَعْنَاهُ أَوَّلُ مَنْ قَالَ بِنَفْيِ الْقَدَرِ
Adapun ucapannya: "Orang pertama yang berkata tentang takdir," maka maksudnya: orang pertama yang berpendapat menafikan takdir.
فَابْتَدَعَ وَخَالَفَ الصَّوَابَ الَّذِي عَلَيْهِ أَهْلُ الْحَقِّ
Maka ia berbuat bid'ah dan menyelisihi kebenaran yang dipegang Ahlul Haq.
وَيُقَالُ الْقَدَرُ وَالْقَدْرُ بِفَتْحِ الدَّالِ وَإِسْكَانِهَا شرح النووي على مسلم - جـ ١(ص: ١٥٤) لغتان مشهورتان وحكاهما بن قُتَيْبَةَ عَنِ الْكِسَائِيِّ وَقَالَهُمَا غَيْرُهُ
Dan dapat dikatakan "Al-Qadar" dan "Al-Qadr" dengan fathah dal atau mensukunkannya—dua dialek yang masyhur. Ibnu Qutaibah menukil keduanya dari Al-Kisa'i, dan selainnya juga mengatakannya.
وَاعْلَمْ أَنَّ مَذْهَبَ أَهْلِ الْحَقِّ إِثْبَاتُ الْقَدَرِ
Ketahuilah bahwa madzhab Ahlul Haq adalah menetapkan adanya takdir.
وَمَعْنَاهُ أَنَّ اللَّهَ تبارك وتعالى قَدَّرَ الْأَشْيَاءَ فِي الْقِدَمِ
Maknanya adalah bahwa Allah *Tabaraka wa Ta'ala* telah menetapkan segala sesuatu sejak azali.
وَعَلِمَ سُبْحَانَهُ أَنَّهَا سَتَقَعُ فِي أَوْقَاتٍ مَعْلُومَةٍ عِنْدَهُ سبحانه وتعالى
Dan Dia *Subhanahu* mengetahui bahwa segala sesuatu itu akan terjadi pada waktu-waktu yang diketahui di sisi-Nya.
وَعَلَى صِفَاتٍ مَخْصُوصَةٍ
Dan pada sifat-sifat (cara-cara) yang tertentu.
فَهِيَ تَقَعُ عَلَى حَسَبِ مَا قَدَّرَهَا سبحانه وتعالى
Maka segala sesuatu itu terjadi sesuai dengan apa yang Dia tetapkan *Subhanahu wa Ta'ala*.
وَأَنْكَرَتِ الْقَدَرِيَّةُ هَذَا
Adapun kaum Qadariyyah mengingkari hal ini.
وَزَعَمَتْ أَنَّهُ سبحانه وتعالى لَمْ يُقَدِّرْهَا وَلَمْ يَتَقَدَّمْ عِلْمُهُ سبحانه وتعالى بِهَا
Mereka mengklaim bahwa Dia *Subhanahu wa Ta'ala* tidak menetapkannya, dan ilmu-Nya tidak mendahului terhadapnya.
وَأَنَّهَا مُسْتَأْنَفَةُ الْعِلْمِ أَيْ إِنَّمَا يَعْلَمُهَا سُبْحَانَهُ بَعْدَ وُقُوعِهَا
Dan bahwa perkara-perkara tersebut baru diketahui (oleh Allah) kemudian; yakni, Dia *Subhanahu* baru mengetahuinya setelah terjadinya.
وَكَذَبُوا عَلَى اللَّهِ سبحانه وتعالى وَجَلَّ عَنْ أَقْوَالِهِمُ الْبَاطِلَةَ عُلُوًّا كَبِيرًا
Mereka telah berdusta atas (nama) Allah *Subhanahu wa Ta'ala*, dan Dia Mahatinggi dengan sangat jauh dari ucapan-ucapan batil mereka.
وَسُمِّيَتْ هَذِهِ الْفِرْقَةُ قَدَرِيَّةً لِإِنْكَارِهِمُ الْقَدَرَ
Golongan ini dinamai Qadariyyah karena pengingkaran mereka terhadap takdir.
قَالَ أَصْحَابُ الْمَقَالَاتِ مِنَ الْمُتَكَلِّمِينَ وَقَدِ انْقَرَضَتِ الْقَدَرِيَّةُ الْقَائِلُونَ بِهَذَا الْقَوْلِ الشَّنِيعِ الْبَاطِلِ
Para penulis kitab al-maqalat (tentang aliran-aliran) dari kalangan ahli kalam berkata: Kaum Qadariyyah yang berpegang pada pendapat yang buruk dan batil ini telah punah.
وَلَمْ يَبْقَ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ عَلَيْهِ
Tidak ada seorang pun dari Ahlul Qiblah yang masih berada di atasnya.
وَصَارَتِ الْقَدَرِيَّةُ فِي الْأَزْمَانِ الْمُتَأَخِّرَةِ تَعْتَقِدُ إِثْبَاتَ الْقَدَرِ
Pada zaman-zaman belakangan, sebutan Qadariyyah dipakai bagi mereka yang meyakini penetapan takdir,
وَلَكِنْ يَقُولُونَ الْخَيْرُ مِنَ اللَّهِ وَالشَّرُّ مِنْ غَيْرِهِ تَعَالَى اللَّهُ عَنْ قَوْلِهِمْ
akan tetapi mereka berkata: "Kebaikan dari Allah, dan keburukan dari selain-Nya." Mahatinggi Allah dari ucapan mereka.
وَقَدْ حَكَى أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ قُتَيْبَةَ فِي كِتَابِهِ غَرِيبُ الْحَدِيثِ
Abu Muhammad Ibnu Qutaibah menukil dalam kitabnya *Gharib Al-Hadits*,
وَأَبُو الْمَعَالِي إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ فِي كِتَابِهِ الْإِرْشَادُ فِي أُصُولِ الدِّينِ
dan Abu Al-Ma'ali Imam Al-Haramain dalam kitabnya *Al-Irsyad fi Ushul Ad-Din*,
أَنَّ بَعْضَ الْقَدَرِيَّةِ قَالَ لَسْنَا بِقَدَرِيَّةٍ بَلْ أَنْتُمُ الْقَدَرِيَّةَ لِاعْتِقَادِكُمْ إِثْبَاتَ القدر
bahwa sebagian Qadariyyah berkata: "Kami bukan Qadariyyah, justru kalianlah Qadariyyah karena kalian meyakini penetapan takdir."
قال بن قُتَيْبَةَ وَالْإِمَامُ هَذَا تَمْوِيهٌ مِنْ هَؤُلَاءِ الْجَهَلَةِ ومباهتة وتواقح
Ibnu Qutaibah dan Imam (Al-Haramain) berkata: "Ini hanyalah tipu daya dari orang-orang bodoh ini, debat kusir, dan sikap kurang ajar."
فان أهل الحق يفوضون أمورهم إِلَى اللَّهِ سبحانه وتعالى وَيُضِيفُونَ الْقَدَرَ وَالْأَفْعَالَ إِلَى اللَّهِ سبحانه وتعالى
Karena Ahlul Haq menyerahkan urusan mereka kepada Allah *Subhanahu wa Ta'ala* dan menisbatkan takdir dan perbuatan kepada Allah *Subhanahu wa Ta'ala*.
وَهَؤُلَاءِ الْجَهَلَةُ يُضِيفُونَهُ إِلَى أَنْفُسِهِمْ
Sedangkan orang-orang bodoh ini menisbatkannya kepada diri mereka sendiri.
وَمُدَّعِي الشَّيْءِ لِنَفْسِهِ وَمُضِيفُهُ إِلَيْهَا أَوْلَى بِأَنْ يُنْسَبَ إِلَيْهِ مِمَّنْ يَعْتَقِدُهُ لِغَيْرِهِ وَيَنْفِيهِ عَنْ نَفْسِهِ
Orang yang mengklaim sesuatu bagi dirinya dan menisbatkannya kepada dirinya lebih pantas dinisbatkan kepadanya daripada orang yang meyakininya bagi selain dirinya dan menafikannya dari dirinya.
قَالَ الْإِمَامُ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ
Imam berkata: Rasulullah *shallallahu 'alaihi wa sallam* bersabda: "Qadariyyah adalah Majusi umat ini."
شَبَّهَهُمْ بِهِمْ لِتْقْسِيمِهِمُ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ فِي حُكْمِ الْإِرَادَةِ
Beliau menyerupakan mereka dengan Majusi karena pembagian mereka tentang kebaikan dan keburukan dalam aspek kehendak.
كَمَا قَسَّمَتِ الْمَجُوسُ فَصَرَفَتِ الْخَيْرَ إِلَى يَزْدَانَ وَالشَّرَّ إِلَى أَهْرَمْنَ
Sebagaimana Majusi membaginya: mereka menisbatkan kebaikan kepada Yazdan dan keburukan kepada Ahriman.
وَلَا خَفَاءَ بِاخْتِصَاصِ هَذَا الْحَدِيثِ بِالْقَدَرِيَّةِ
Tidak samar bahwa hadis ini khusus berkaitan dengan Qadariyyah.
هَذَا كلام الامام وبن قُتَيْبَةَ
Inilah ucapan Imam (Al-Haramain) dan Ibnu Qutaibah.
وَحَدِيثُ الْقَدَرِيَّةِ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ رَوَاهُ أبو حازم عن بن عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
Adapun hadis "Qadariyyah adalah Majusi umat ini", diriwayatkan oleh Abu Hazim, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah *shallallahu 'alaihi wa sallam*.
أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ فِي سُنَنِهِ وَالْحَاكِمُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ فِي الْمُسْتَدْرَكِ عَلَى الصَّحِيحَيْنِ
Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam *Sunan*-nya, dan Al-Hakim Abu Abdillah dalam *Al-Mustadrak 'ala Ash-Shahihain*.
وَقَالَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الشَّيْخَيْنِ إِنْ صَحَّ سماع أبى حازم من بن عُمَرَ
Ia berkata: "Hadis ini sahih sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim, jika sahih bahwa Abu Hazim mendengar dari Ibnu Umar."
قَالَ الْخَطَّابِيُّ إِنَّمَا جَعَلَهُمْ صلى الله عليه وسلم مَجُوسًا لِمُضَاهَاةِ مَذْهَبِهِمْ مَذْهَبَ الْمَجُوسَ
Al-Khattabi berkata: "Beliau *shallallahu 'alaihi wa sallam* menjadikan mereka seperti Majusi karena keserupaan madzhab mereka dengan madzhab Majusi."
فِي قَوْلِهِمْ بِالْأَصْلَيْنِ النُّورِ وَالظُّلْمَةِ
Dalam keyakinan mereka tentang dua asal (dua sumber), yaitu cahaya dan kegelapan.
يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخَيْرَ مِنْ فِعْلِ النُّورِ وَالشَّرَّ مِنْ فِعْلِ الظُّلْمَةِ فَصَارُوا ثَنَوِيَّةً
Mereka mengklaim bahwa kebaikan berasal dari perbuatan cahaya dan keburukan dari perbuatan kegelapan, maka mereka menjadi penganut dualisme (dua tuhan).
وَكَذَلِكَ الْقَدَرِيَّةُ يُضِيفُونَ الْخَيْرَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَالشَّرَّ إِلَى غَيْرِهِ
Demikian pula Qadariyyah menisbatkan kebaikan kepada Allah Ta'ala dan keburukan kepada selain-Nya.
وَاللَّهُ سبحانه وتعالى خَالِقُ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ جَمِيعًا لَا يَكُونُ شَيْءٌ مِنْهُمَا إِلَّا بِمَشِيئَتِهِ
Padahal Allah *Subhanahu wa Ta'ala* adalah Pencipta kebaikan dan keburukan seluruhnya. Tidak ada sesuatu pun dari keduanya kecuali dengan kehendak-Nya.
فَهُمَا مُضَافَانِ إِلَيْهِ سبحانه وتعالى خَلْقًا وَإِيجَادًا
Maka keduanya (kebaikan dan keburukan) disandarkan kepada-Nya *Subhanahu wa Ta'ala* dari sisi penciptaan dan pengadaan.
وَإِلَى الْفَاعِلَيْنِ لَهُمَا مِنْ عِبَادِهِ فِعْلًا وَاكْتِسَابًا
Dan disandarkan kepada para pelakunya dari hamba-hamba-Nya dari sisi perbuatan dan usaha.
وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Dan Allah lebih mengetahui.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bab Pengetahuan tentang Iman, Islam, Takdir, dan Tanda-tanda Kiamat

Bab: Apa itu Islam dan Penjelasan Sifat-sifatnya.

Penjelasan Iman, Islam, dan Ihsan #1